Jumat, 3 Oktober 2025

Disertasi Humas PN Jaksel Djuyamto: Tersangka yang Ditetapkan Hakim Tak Bisa Ajukan Praperadilan

Djuyamto mengusulkan majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024). Beberapa waktu lalu Djuyamto menjalani ujian Doktor atau Strata 3 (S3) di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah. Dalam disertasinya Djuyamto mengusulkan agar majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan. 

"Bahkan orang-orang yang seharusnya menjadi saksi kemudian tidak menjadi saksi apalagi sebagai tersangka yang kemudian itu menimbulkan ketidakadilan," kata Djuyamto.

Padahal menurut dia, hakim yang memeriksa perkara di Pengadilan pada dasarnya telah mengetahui pihak-pihak yang sejatinya terlibat dalam unsur tindak pidana terutama korupsi.

Hal itu kata dia berdasarkan fakta-fakta yang tertuang selama proses persidangan yang sedang berlangsung.

"Saya selaku hakim Tipikor juga sering menemukan fakta-fakta seperti itu adanya ketidakadilan di persidangan karena ada orang yang harusnya jadi saksi, ada orang yang jadi tersangka dalam perkara yang sedang saya periksa itu ternyata tidak diajukan," jelasnya.

Meski telah mengetahui adanya keterlibatan seseorang dalam perkara korupsi, namun Djuyamto menuturkan dengan peraturan yang ada saat ini majelis hakim tidak bisa bertindak lebih jauh selain menjatuhkan vonis terhadap terdakwa yang diajukan penuntut umum.

Baca juga: Kasus Korupsi Timah, Terdakwa Hendry Lie Bantah Punya Afiliasi dengan Perusahaan Boneka

Sebab saat ini kata dia, belum terdapat aturan yang memberi kewenangan agar hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka jika dalam fakta persidangan terbukti terlibat.

Selama ini kata Djuyamto, dalam ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, penetapan seseorang sebagai tersangka masih merupakan wewenang dari aparat penegak hukum seperti kepolisian dan Kejaksaan.

"Jadi kalau kita maknai hanya tugas hakim sebagai hanya menegakkan hukum, ya sudah selesai mungkin kalau kita menerapkan hukum acara konvensional tadi. Kita hanya duduk manis untuk katakanlah tinggal terima beres, artinya hasil penyidikan, hasil penuntutan kemudian kita yaudahlah keadilan prosedural saja yang dihadirkan Jaksa ya itu yang kita putus," tuturnya.

Lebih jauh kata Djuyamto, sejatinya telah ada aturan yang memuat kewenangan hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Hal itu kata dia diatur dalam Pasal 36D Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.

Dari aturan tersebut bahkan Djuyamto menyebut ia pernah menetapkan seseorang sebagai tersangka saat dirinya memimpin proses sidang di Pengadilan Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca juga: KPK Periksa Siman Bahar soal Kasus Dugaan Korupsi Anoda Logam Antam

Pada saat itu kata dia, seseorang tersebut ditetapkan sebagai tersangka meskipun kala itu tidak berstatus sebagai saksi di persidangan.

"Karena berdasarkan fakta di persidangan dari perkara pokok yang saya periksa ternyata ada disebut sebut nama seseorang yang berdasarkan alat bukti, alat buktinya itu ya fakta di persidangan yang sudah saya periksa, keterangan saksi, keterangan terdakwa maupun bukti bukti dokumen," kata dia.

Penerapan itupun kata dia menjadi satu-satunya yang pernah diterapkan oleh seorang hakim yang dimana menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Berdasarkan aturan tersebut, Djuyamto menilai semestinya hakim bisa diberi kewenangan lebih yakni berwenang menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam konteks perkara tindak pidana korupsi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved