Disertasi Humas PN Jaksel Djuyamto: Tersangka yang Ditetapkan Hakim Tak Bisa Ajukan Praperadilan
Djuyamto mengusulkan majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto mengusulkan agar majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan.
Gagasan itu Djuyamto ia tuangkan dalam karya ilmiah disertasi berjudul ‘Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif’.
Disertasi itu dibuat guna mendapatkan gelar Doktor atau Strata 3 (S3) dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo dan telah dipaparkan dalam sidang terbuka promosi di Aula Gedung 3 (Gedung Amiek Sumindriyatmi) UNS Solo, Jumat (31/1/2025).
Dalam salah satu poin disertasinya, Djuyamto mengatakan jika seseorang sudah ditetapkan oleh hakim sebagai tersangka melalui proses persidangan, tidak dapat mengajukan praperadilan.
"Dalam disertasi saya, untuk status tersangka oleh hakim menurut saya tidak boleh dilakukan praperadilan," ucap Djuyamto kepada Tribunnews, Senin (3/2/2025).
Sebab dijelaskan Djuyamto, dalam aturan hukum acara pidana yang berlaku saat ini, proses praperadilan dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka seseorang yang disematkan oleh penyidik.
Menurut dia, proses praperadilan itu dilakukan hanya untuk menguji secara formil penetapan status seseorang tersebut.
Baca juga: Rawan Muncul Tindak Pidana Korupsi, BPOM Minta Ada Pegawai KPK Bertugas di Kantornya
"Sedangkan kalau alat bukti yang digunakan oleh hakim yang menjadi fakta di persidangan itu alat buktinya sudah dikaji baik dari sisi formil maupun materilnya, jadi tidak boleh lagi di praperadilan status tersangka yang ditetapkan oleh hakim," jelasnya.
Akan tetapi untuk memenuhi sisi hak asasi seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh hakim, dalam disertasinya itu Djuyamto menilai bahwa seseorang itu harus tetap dilindungi melalui aturan hukum acara.
Adapun salah satu perlindungan yang diberikan yakni kata Djuyamto, seseorang tersebut tidak bisa diadili atau di sidang oleh hakim yang pada saat itu telah menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Hal itu menurut dia, agar menciptakan proses peradilan yang adil dan untuk menghindari adanya conflict of interest.
"Karena kan dia (hakim) yang menetapkan sebagai tersangka, jadi mau tidak mau harus terbukti. Itu sebagai perlindungan, perlindungan dia tidak dalam lembaga praperadilan tapi tidak boleh diadili oleh hakim yang sama," ujarnya.
Baca juga: Soal Dugaan Korupsi PSN PIK 2, Raja Juli Antoni ungkap Dukungan ke KPK untuk Lakukan Penindakan
Sering Terjadi Tebang Pilih
Terkait disertasi ini Djuyamto juga telah mengungkap alasannya membuat gagasan agar hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Menurut dia, gagasan itu ia buat lantaran selama ini Jaksa Penuntut Umum kerap kerap melakukan tebang pilih dalam menghadirkan saksi ataupun tersangka dalam proses di Pengadilan.
Sudah Dibelikan Tanah, NU Kartasura Siap Kembalikan Rp5,7 Miliar dari Hakim Tersangka Suap |
![]() |
---|
Istri Djuyamto Mengaku Hanya Bisa Pasrah Ketika Suaminya Terlibat Perkara Dugaan Suap |
![]() |
---|
Pelicin Vonis CPO Sebesar Rp 5,75 Miliar Disumbangkan Djuyamto untuk Pengadaan Gedung NU Kartasura |
![]() |
---|
Sosok Maruarar Sirait, Menteri PKP Dituding Korupsi Bareng Dedi Mulyadi, Gubernur Jabar Klarifikasi |
![]() |
---|
KPK Panggil Pejabat Kemenag Era Gus Yaqut Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.