Selasa, 7 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Beras Oplosan

Krisis Beras Oplosan: Berkah Tersembunyi untuk Ekonomi Kerakyatan

Skandal beras oplosan yang mengguncang Indonesia akhir-akhir ini bukan sekadar kisah tentang kecurangan bisnis.

Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BERAS OPLOSAN - Petugas menunjukkan barang bukti beras oplosan saat konferensi pers hasil penyidikan perkara dugaan beras oplosan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (1/8/2025). Dittipideksus Bareskrim Polri melalui Satgas Pangan Polri menetapkan Direktur Utama Food Station Karyawan Gunarso, Direktur Operasional Food Station Ronny Lisapaly dan Kepala Seksi Quality Control Food Station sebagai tersangka kasus dugaan beras oplosan atau beras yang tidak memenuhi standar mutu dan kualitas. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Pemerintah perlu melihat krisis ini bukan sebagai gangguan yang harus segera diredam, tapi sebagai kesempatan emas untuk merestrukturisasi industri pangan secara fundamental.

Window of opportunity semacam ini jarang terbuka. Ketika rakyat sedang marah dengan praktik curang korporasi besar, ketika penggilingan besar sedang mundur, dan ketika dukungan internasional untuk ekonomi berkelanjutan sedang tinggi—inilah saatnya bertindak.

Langkah-langkah seperti moratorium penegakan hukum sementara untuk penggilingan kecil, program modernisasi teknologi massal, dan pemberdayaan koperasi penggilingan bukanlah utopia. Negara-negara tetangga sudah membuktikan keberhasilannya.

Yang kita butuhkan hanyalah kemauan politik untuk memulai. Sejarah akan mencatat apakah pemerintahan ini memiliki keberanian untuk memilih rakyat ketimbang oligarki.

Kesempatan Emas yang Tak Akan Terulang

Sejarah mencatat, momentum redistribusi ekonomi jarang datang dua kali. Ketika Jepang melakukan land reform pasca-PD II, mereka memanfaatkan krisis untuk menciptakan struktur pertanian yang lebih adil. Korea Selatan melakukan hal serupa dan berhasil membangun fondasi industrialisasi yang inklusif.

Taiwan mentransformasi ekonomi pertaniannya melalui pemberdayaan petani kecil yang pada akhirnya menjadi backbone pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Indonesia hari ini berada di persimpangan yang sama dengan negara-negara Asia Timur pada masa transformasi mereka. Skandal beras oplosan telah merobek tabir kebusukan oligopoli pangan. Rakyat sudah muak dengan permainan curang konglomerat.

Penggilingan besar sedang defensif dan mundur. Kombinasi faktor ini menciptakan political window yang mungkin tak akan terbuka lagi dalam dekade mendatang.

Kondisi objektif juga mendukung. Infrastruktur teknologi informasi sudah memungkinkan koordinasi antarwilayah yang lebih baik.

Program koperasi digital dan fintech pertanian mulai berkembang. Kesadaran lingkungan meningkat, mendorong preferensi pada sistem produksi yang lebih berkelanjutan dan lokal. Semua elemen ini adalah building blocks untuk transformasi ekonomi kerakyatan di sektor pangan.

Namun momentum ini juga rapuh dan terbatas waktu. Jika tidak dimanfaatkan, konglomerat besar akan segera reorganisasi dan kembali menguat dengan strategi baru.

Mereka punya sumber daya finansial dan jaringan politik yang kuat untuk bertahan dan bahkan mengambil manfaat dari krisis ini. Sementara penggilingan kecil yang tidak terorganisir akan semakin terpinggirkan.

Inilah saat yang tepat untuk memilih: kembali ke business as usual yang memperkaya segelintir orang, atau melakukan lompatan berani menuju ekonomi kerakyatan yang sejati.

Pilihan ada di tangan kita. Sejarah akan mencatat apakah generasi ini cukup berani untuk merebut kembali kedaulatan pangan rakyat, atau malah membiarkan kesempatan emas ini terbuang sia-sia. Rakyat menunggu keputusan kita. Dan mereka tidak akan melupakan pilihan yang kita buat hari ini.

 

*) Penulis adalah anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PKS yang membidangi sektor pertanian, kehutanan, kelautan, dan perikanan. Artikel ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved