Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mencermati RUU KUHAP dan Urgensi Kebutuhan Modernisasi Hukum Acara Pidana

Saat ini KUHAP telah berusia 44 tahun dan masih berlaku atau menjadi acuan bagi sistem penegakan hukum dan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
Tangkapan Layar YouTube Komisi III DPR RI
RUU KUHAP - Dr  I Wayan Sudirta, SH, MH Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan dalam rapat kerja di DPR beberapa waktu lalu. Wayan Sudirta menyoroti soal RUU KUHAP. 

Hal ini juga menjadi kekhawatiran seluruh pihak, terutama pihak yang berperkara karena komen atau pendapat orang terhadap data yang ada atau terungkap dalam proses persidangan dapat mempengaruhi hakim. Banyak yang kemudian meminta agar persidangan kasusnya dilakukan secara tertutup.

Pengumuman putusan hakim itu sendiri juga merupakan salah satu jenis pemidanaan, sehingga ekspos berlebihan juga tentu dapat melanggar hak hukum seseorang.  Akan tetapi pada prinsipnnya, saya setuju dengan pandangan proses persidangan harus bersifat terbuka untuk umum. Hal ini menjadi salah satu cara untuk melakukan pengawasan (baik internal maupun eksternal).

Hakim, Penuntut Umum, dan Advokat pada prinsipnya harus membuka seterang-terangnya duduk perkara serta bersifat adil dan obyektif, walaupun advokat tentu dapat berpendapat lain. Pidana merupakan ranah hukum publik sehingga pada dasarnya persidangan harus dilakukan secara terbuka.

Pengecualian terhadap hal-hal yang bersifat privasi (seperti pada tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana anak, dan tindak pidana tertentu lainnya yang menyangkut rahasia) harus dapat dimungkinkan untuk dimintakan secara tertutup.

Hal terakhir yang mungkin dapat melengkapi catatan ini adalah catatan saya mengenai upaya
untuk mengurangi beban perkara dan penerapan asas yang cepat, mudah, dan sederhana
melalui penerapan plea bargaining.

Sistem plea bargaining atau semacam negosiasi pembelaan memungkinkan terdakwa dan penuntut umum melakukan sebuah “proses tawar menawar” untuk mencapai kesepakatan penyelesaian perkara pidana dimana terdakwa mengakui kesalahannya.

Sistem plea bargaining ini banyak dilakukan di negara-negara lain, terutama di negara maju untuk mempercepat proses dan mengurangi penghukuman karena dianggap kooperatif. Banyak masukan untuk sistem hukum di Indonesia mengadopsi metode ini. 

Melihat dari pengalaman yang saya lihat dan alami selama praktek sistem peradilan
pidana, saya melihat bahwa metode ini dimungkinkan untuk diterapkan dan sangat efektif
untuk mengurangi beban perkara di peradilan di Indonesia yang sudah sangat banyak dan
cenderung menjalani proses yang “bertele-tele”.

Metode ini jika diatur secara lebih komprehensif akan sangat menguntungkan. Hal ini mengingat juga bahwa konsep ini bukan sebuah hal yang sama sekali baru di dunia dan hukum nasional. Indonesia telah mengatur mengenai Perlindungan Saksi dan Korban serta KUHP baru yang mengenal hal-hal yang meringankan, yakni terdakwa mengakui dan menyadari kesalahannya.

Hakim harus mempertimbangkan hal ini. Dengan adanya sistem ini tentu akan sangat membantu pelaksanaan KUHP yang mengatur bahwa Hakim harus memperKmbangkan faktor-faktor dalam Pasal 54 KUHP (UU Nomor 1 Tahun 2023).

Dalam catatan atau tulisan ini, mungkin masih banyak hal yang belum dapat saya komentari
secara lebih mendetail dan menyeluruh, sebagaimana keterbatasan manusiawi seorang
penulis.

Namun saya melihat bahwa pada prinsipnya RUU KUHAP mengatur banyak hal baru
yang berupaya menjawab permasalahan yang terjadi selama praktek. Saya menyampaikan
pandangan saya secara umum terhadap naskah RUU KUHAP maupun problemaKka yang telah
saya dengar atau ketahui dari berbagai sumber dan kalangan terhadap naskahnya.

Saya melihat bahwa paradigma baru dan mendasar dari RUU KUHAP untuk mengedepankan
pelindungan HAM, serta jaminan keadilan yang substantif, restoratif, dan rehabilitatif
disamping pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum; membutuhkan pengaturan yang
komprehensif dan pembahasan yang ekstra hati-hati.

Saya melihat bahwa ego-sektoral yang selama ini dalam praktek masih terjadi akibat dualisme kewenangan harus dapat diimbangi dengan pengawasan dan peran pembelaan hukum. Masyarakat tentu berharap agar RUU KUHAP memberikan pelindungan kepentingan hukum, namun tidak kemudian menjadi cara untuk melampiaskan “amarah” sebagian pihak yang terkadang kurang melihat duduk perkara secara menyeluruh dan bijaksana.

Artinya, kepentingan publik atau negara untuk menjaga stabilitas keamanan tidak boleh kemudian direduksi oleh penyalahgunaan kewenangan, overkriminalisasi, ketidakadilan dalam proses peradilan pidana maupun kedakadilan dalam spektrum kebijakan. Independensi hakim juga harus terjaga dari berbagai intimidasi internal maupun eksternal, seperti mafia hukum dan “pengadilan oleh publik” (public judgement).

Saya melihat bahwa simpang siur mengenai draf RUU KUHAP kini telah terjawab. Saya berpikir
bahwa RUU KUHAP merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan modernisasi hukum
acara pidana. Sebagaimana naskah RUU pada umumnya, tentu tidak dapat memuaskan
seluruh pihak secara langsung.

Apalagi RUU KUHAP mengadung banyak kepentingan. Draf ini tentu tidak terlepas dari kesalahan atau ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, saya juga perlu menegaskan kembali disini bahwa komunikasi publik sangat penting dalam pengayaan maupun dalam upaya memberikan transparansi dan akuntabilitas pembahasan RUU KUHAP yang beretika.

Oleh karenanya saya juga berharap dan akan terus mengupayakan untuk membuka diri terhadap seluruh masukan dari publik tentang RUU KUHAP. Saya mengajak publik untuk terus membantu mengawal RUU ini secara lebih arif dan eKs dalam memberikan masukan maupun berbagai tanggapan.

 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan