Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mencermati RUU KUHAP dan Urgensi Kebutuhan Modernisasi Hukum Acara Pidana

Saat ini KUHAP telah berusia 44 tahun dan masih berlaku atau menjadi acuan bagi sistem penegakan hukum dan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
Tangkapan Layar YouTube Komisi III DPR RI
RUU KUHAP - Dr  I Wayan Sudirta, SH, MH Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan dalam rapat kerja di DPR beberapa waktu lalu. Wayan Sudirta menyoroti soal RUU KUHAP. 

Oleh: Dr  I Wayan Sudirta, SH, MH
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan

TRIBUNNEWS.COM - Pada Jumat 21 Maret 2025 lalu, naskah RUU KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) akhirnya dirilis secara resmi oleh Pimpinan Komisi III DPR, setelah banyak simpang siur mengenai draf RUU KUHAP yang beredar di masyarakat dan para ahli tertentu. 

Hal ini sekaligus menjawab polemik di masyarakat mengenai transparansi pembahasan RUU KUHAP maupun rancangan undang-undang yang dilakukan DPR maupun Pemerintah.

Saya sebagai anggota Komisi III DPR mengapresiasi langkah Pimpinan Komisi III DPR untuk segera merespon polemik yang terjadi akibat ketidakpastian  draf.

Banyak opini yang menduga bahwa ada sebuah konspirasi untuk melemahkan pihak-pihak tertentu. 

Saya sendiri juga melihat bahwa polemik tersebut memang perlu segera diakhiri mengingat permasalahan yang terjadi sebenarnya hanya diakibatkan oleh proses editing atau pembahasaan yang dilakukan oleh Tim DPR atau tidak dimaksudkan untuk melemahkan pihak-pihak tertentu atau menguntungkan pihak-pihak tertentu secara tidak sah atau bahasa hukum yang lebih sering dipakai adalah “penyelundupan hukum”.

Kini semua dapat melihat dan berpendapat secara bebas mengenai draf RUU KUHAP tersebut.

Hingga saat ini KUHAP telah berusia 44 tahun dan masih berlaku atau menjadi acuan bagi
sistem penegakan hukum dan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Telah banyak perkembangan dan dinamika hukum yang terjadi selama kurun waktu tersebut, yang tentu harus dijawab dengan perubahan undang-undang.

Perubahan ini tidak hanya sebuah perubahan terhadap sistem atau kebijakan namun lebih jauh lagi perihal landasan dan filosofi maupun paradigma hukum pidana formil modern, dimana lebih mengedepankan pelindungan hak asasi manusia dan demokrasi.

Melihat dari RUU KUHAP tersebut terdapat beberapa hal yang menjadi fitur utama
sebagaimana disampaikan oleh Komisi III. Beberapa poin perubahan tersebut adalah RUU
KUHAP ini tidak mereduksi atau melemahkan pihak manapun, bahkan menguatkan peran
advokat dan penegak hukum itu sendiri.

RUU KUHAP juga mengenalkan mekanisme keadilan restoratif. RUU ini mengatur pelindungan untuk korban, saksi, dan seluruh pihak yang berhadapan atau berkaitan dengan proses hukum, termasuk pengaturan yang lebih pasti  tentang Upaya Paksa dan penahanan pada khususnya.

RUU KUHAP melindungi pula kelompok rentan dan mencegah adanya kekerasan dan inKmidasi yang kerap terjadi. Pada intinya RUU KUHAP ingin menciptakan kesetaraan hak dan kewajiban seluruh pihak berbasis HAM dan keadilan yang obyek.

Fitur-fitur baru tersebut disambut baik oleh berbagai pihak termasuk saya sebagai anggota
Komisi III yang berlatarbelakang PrakKsi Hukum dan Akademisi yang selalu tertarik untuk
memperhaKkan perkembangan teknis dan kebijakan dalam Hukum Acara Pidana.

Sebagaimana catatan saya terdahulu mengenai Urgensi RUU KUHAP, saya menilai bahwa
perlu adanya modernisasi terhadap KUHAP saat ini.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan