Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mencermati RUU KUHAP dan Urgensi Kebutuhan Modernisasi Hukum Acara Pidana

Saat ini KUHAP telah berusia 44 tahun dan masih berlaku atau menjadi acuan bagi sistem penegakan hukum dan sistem peradilan pidana di Indonesia.

Editor: Hasanudin Aco
Tangkapan Layar YouTube Komisi III DPR RI
RUU KUHAP - Dr  I Wayan Sudirta, SH, MH Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan dalam rapat kerja di DPR beberapa waktu lalu. Wayan Sudirta menyoroti soal RUU KUHAP. 

Oleh sebab itu, fungsi pengawasan elektronik ini perlu ditindaklanjuti  dengan sistem pengawasan melekat sebagai bentuk pertanggungjawaban publik atau penanganan terpadu (baik internal maupun eksternal) bilamana ditemukan pelanggaran. Hal ini lebih baik daripada menunggu pengaduan oleh pihak tersangka/terdakwa atau dilakukan secara proaktif sesuai dengan asas due process of law.

Dalam RUU KUHAP, saya telah melihat adanya upaya pengaturan mekanisme keadilan
restoraKf secara lebih rinci.

Menurut pandangan saya terkait mekanisme RJ ini, saya melihat bahwa penonjolan  mekanisme disini lebih diarahkan pada mediasi penal atau proses mediasi umum yang ada pada alternatif penyelesaian sengketa.

Padahal dalam prakteknya, banyak mekanisme baru yang mungkin dapat diberlakukan seperK arbitrasi, konsiliasi, dan negosisasi dalam format penal law.

Tidak harus menghilangkan sifat hukum publik dari hukum pidana, namun lebih kepada penyelesaian yang tepat yang berasaskan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi para pihak. Tema keadilan di sini bukan cuma restoratif, namun juga rehabilitatif (seperti misalnya perkara Tindak Pidana Narkotika), dan restitutif. 

Saya memberi catatan disini tentang pelaksanaan pemberian pertimbangan hakim mengenai pemidanaan, seperti pengaturan pedoman pemidanaan dalam KUHP, yang perlu dijabarkan disini atau diatur lebih luas dan menyeluruh.

Beberapa hal terkait sistem pemidanaan yang lainnya yakni pelaksanaan pidana kerja sosial,
pidan pengawasan, dan tindakan yang telah diatur dalam KUHP, termasuk pidana adat. RUU
KUHAP belum mengatur kembali pedoman dalam pelaksanaan pidana tersebut selain dari
pidana penjara.

Saya merasa bahwa KUHAP sebaiknya mengatur secara umum pelaksanaan
jenis-jenis pidana tersebut, setidaknya mengatur bahwa hakim dapat menjatuhkan jenis
pidana selain penjara dalam hal telah mempertimbangkan kesesuaian dan ketersediaan.

Hal ini akan sinkron dengan KUHP dan peraturan pelaksanannya. Pedoman pemidanaan telah
diatur dalam KUHP namun KUHAP dapat memberikan penegasan dan jaminan
pelaksanaannya secara lebih komprehensif dalam spektrum hukum acara.

Temuan saya selanjutnya adalah mengenai pro dan kontra dalam proses upaya hukum. Banyak
ahli yang berargumen bahwa pengajuan hak untuk upaya hukum sebaiknya tidak dibatasi.
Namun disatu sisi perluasan tersebut dapat memberikan dampak ketidakpastian.

Upaya hukum seperti peninjauan kembali memang dibutuhkan dan terbuka, manakala bukti-bukti signifikan yang ada baru ditemukan di kemudian hari.

Namun dalam hal proses hukum, upaya hukum tidak boleh malah dijadikan alat untuk melakukan “negosiasi” yang selama ini banyak diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau mafia hukum.

Saya pada prinsipnya setuju dengan pembatasan upaya hukum kasasi dan luar biasa (peninjauan kembali) yang menjadi hak tersangka (atau terdakwa/terpidana). Namun pengaturannya harus secara pasti, terbuka, dan memiliki tolok ukur.

Saya juga ingin menyoroti permasalahan yang sering terjadi di lapangan yakni transparansi
atau publisitas vs hak privasi. Hal-hal seperti penetapan tersangka yang diekspos di media dan
larangan publikasi proses persidangan sebagaimana Pasal 253 RUU KUHAP.

Transparansi  belum tentu atau tidak selamanya dapat menjamin pelindungan terhadap hak hukum warga negara atau kepentingan hukumnya. Oleh sebab itu saya sependapat dengan RUU KUHAP yang melarang publikasi ketika dimintakan untuk persidangan tertutup ataupun pengumuman penetapan tersangka dengan menghadirkan tersangka (ekspos).

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved