Sosok Lita Gading dan Syamsul Jahidin, Penggugat Tunjangan Pensiun Seumur Hidup DPR ke MK
Aturan tunjangan pensiun seumur hidup mantan anggota DPR digugat oleh Lita Gading dan Syamsul Jahidin ke MK
"Hukum adalah alat untuk keadilan sosial," tulisnya dalam salah satu postingan, yang kini menjadi mantra bagi ribuan pengikutnya.
Gugatan ini lahir dari frustrasi bersama atas tunjangan pensiun DPR yang dianggap tak proporsional.
Yang Digugat
Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, mantan anggota DPR yang menjabat hanya satu periode (lima tahun) berhak atas 60 persen gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.
Sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.
"Rakyat bekerja 10-35 tahun untuk pensiun, sementara dewan hanya lima tahun sudah seumur hidup. Ini tidak adil," tegas Lita, yang merasa dirugikan sebagai wajib pajak.
Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tak boleh jadi alasan hak istimewa, bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.
Respons Puan
Baca juga: Saat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Digugat ke MK
Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi gugatan warga tentang tunjangan pensiun anggota DPR yang diajukan ke MK.
Menurut Puan, aspirasi publik adalah hal yang sah dan perlu dihargai, namun pelaksanaannya tetap harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
“Kita hargai aspirasi, tapi semuanya itu ada aturannya. Kita lihat dulu aturannya,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Puan menekankan bahwa regulasi soal pensiun tidak bisa dipandang dari sudut satu lembaga saja.
Ia menyebut, aturan tersebut bersifat menyeluruh dan berlaku lintas institusi.
“Tidak bisa kita hanya berbicara kepada satu lembaga atau lembaga, tapi aturannya ini kan menyeluruh. Jadi kita lihat aturan yang ada,” lanjut Ketua DPP PDIP itu.

Gugatan tersebut diajukan oleh dua warga, Lita Gading dan Syamsul Jahidin, yang resmi mendaftarkan permohonan uji materiil ke MK. Perkara tersebut teregister dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025, sebagaimana tercantum di laman resmi MK pada Rabu (1/10/2025).
Dalam permohonannya, mereka meminta MK menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, serta Bekas Pimpinan dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Fokus uji materi berada pada Pasal 1 huruf A dan F, serta Pasal 12.
Sumber: TribunSolo.com
Kunci Jawaban Modul 3.7 Penggunaan Aplikasi Nearpod dalam Pembelajaran, Pelatihan PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Pengakuan E, Pejabat Pemkab Majalengka yang Selingkuh, Singgung Kehamilan |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 2 Halaman 84: Jurnal Membaca |
![]() |
---|
BNPB: Masih Ada 59 Orang yang Hilang setelah Musala Ponpes Al Khoziny Ambruk |
![]() |
---|
Nikita Mirzani Cekikikan sambil Joget saat Dengarkan Saksi Ahli, Tessa Mariska: Dia Happy |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.