Minggu, 5 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Istana Tegaskan Pemerintah Tidak 'Tone Deaf' dalam Kasus Keracunan MBG 

Istana menegaskan bahwa pemerintah tidak buta dan tuli terhadap sejumlah kasus keracunan  program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
ILUSTRASI MBG - Istana menegaskan bahwa pemerintah tidak buta dan tuli terhadap sejumlah kasus keracunan  program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kasus keracunan MBG menimpa lima ribuan penerima manfaat. 

Yahya mengusulkan agar pengelolaan diberikan kepada masing-masing sekolah untuk mengantisipasi berbagai persoalan yang ada, sekaligus karena pihak sekolah lebih memahami karakter anak-anak didiknya yang mendapat fasilitas program MBG.

"Karena akan lebih terjamin higienitas dan keamanannya serta sesuai selera anak-anak sekolah. Mereka sudah paham selera anak-anak sekolahnya," sambungnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini
YAHYA ZAINI - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini (Istimewa)

Adapun program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai terobosan pemenuhan gizi anak sekolah dan menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru menimbulkan banyak persoalan, terutama maraknya keracunan massal di berbagai daerah.

Baca juga: Habib Idrus Salim Aljufri Soroti Penyaluran Kredit dan Likuiditas Perbankan, Minta OJK Awasi Himbara

Sejak Januari hingga September 2025, sedikitnya 5.626 kasus keracunan terjadi di 17 provinsi.

Banyak daerah harus menanggung biaya perawatan korban di puskesmas maupun rumah sakit, meski di saat bersamaan alokasi transfer ke daerah justru dipangkas dari Rp864,1 triliun (APBN 2025) menjadi Rp650 triliun dalam RAPBN 2026.

Terbaru, keracunan massal MBG terjadi di Kab Banggai Kepulauan.

Kemudian ada juga keracunan MBG di Garut, Tasikmalaya, hingga Bau Bau Sulawesi Tenggara.

Belum lagi muncul isu soal instruksi agar masalah keracunan MBG tidak dipublikasi alias dirahasiakan.

Selain masalah keracunan, Yahya juga menyoroti rendahnya serapan anggaran BGN. Di mana anggaran MBG hingga September hanya terserap Rp13,2 triliun atau 18,6 persen dari alokasi Rp71 triliun. 

Padahal, klaim pelaksanaan MBG telah berlangsung di 38 provinsi dengan jumlah penerima manfaat mencapai 22 juta. Akan tetapi, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya informasi yang dapat diakses publik. 

Apalagi, laporan Transparency International Indonesia menemukan bahwa sejumlah menu MBG tidak mencapai nilai rata-rata Rp10 ribu per penerima manfaat.

Belum lagi, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga telah mewanti-wanti BGN bahwa jika sampai akhir Oktober anggaran untuk melaksanakan MBG tidak terserap, maka pihaknya akan menarik alokasi dana untuk keperluan lain. 

Yahya pun menyinggung pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang mengungkapkan alasan serapan anggaran MBG masih rendah lantaran banyak pihak tidak yakin terhadap jalannya program tersebut.

Karena itu, ia meminta BGN mencari alternatif pengelolaan MBG agar target dari program unggulan Presiden Prabowo ini dapat segera tercapai. 

"Ini juga untuk mempercepat pencapaian target yang ditentukan. Mengingat serapan anggaran BGN masih rendah sekitar 22  persen," terang Yahya. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved