Minggu, 5 Oktober 2025

Gerakan Boikot Produk yang Terafiliasi Israel Dimanfaatkan untuk Persaingan Bisnis

Sebanyak 80 persen responden menyadari bahwa aksi boikot ini punya efek samping terhadap perekonomian lokal

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
DAMPAK BOIKOT - Narasumber diskusi 'Dampak Sosial dan Ekonomi Gerakan Boikot Produk Israel Terhadap Pekerja dan Perusahaan di Indonesia', di Yogyakarta, Sabtu (10/5/25) sore. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan boikot terhadap produk terafiliasi Israel yang semula digerakkan atas dasar kemanusiaan dimanfaatkan oleh sebagian pihak untuk mendongkrak kepentingan bisnis secara tidak etis, bahkan memicu potensi disinformasi publik. 

Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk Dampak Sosial dan Ekonomi Gerakan Boikot Produk Israel Terhadap Pekerja dan Perusahaan di Indonesia yang digelar di Yogyakarta, Sabtu (10/5/2025).

Rifadli Kadir dari Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara menyoroti bagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 83 Tahun 2023 yang menjadi dasar moral gerakan boikot  kini disalahgunakan oleh oknum untuk menyerang kompetitor dalam industri nasional.

“Banyak pihak yang mendompleng fatwa ini demi keuntungan bisnis. Imbasnya, bukan hanya kejatuhan citra merek, tapi juga ancaman terhadap nasib tenaga kerja di lapangan,” ujar Rifadli.

Survei yang dilakukan terhadap 810 responden di empat kota besar — Yogyakarta, Riau, Bandung, dan Lombok — mengungkap bahwa 80 persen responden menyadari bahwa aksi boikot ini punya efek samping terhadap perekonomian lokal.

Baca juga: Satu dari Delapan Tentara Israel di Gaza Tidak Dapat Kembali Bertugas karena Gangguan Jiwa

Bahkan, 82 persen mengaku mendukung boikot atas dasar solidaritas, namun tidak semuanya memahami dampak lanjutannya.

Rifadli menyebut, gerakan ini tidak sekadar persoalan konsumen menolak produk tertentu.

Ada konsekuensi psikologis dan sosial yang mengintai, termasuk meningkatnya polarisasi di masyarakat akibat minimnya literasi informasi.

Dr M Muslich, akademisi FIAI Universitas Islam Indonesia (UII) sekaligus Dewan Pakar PS2PM Yogyakarta menilai gerakan boikot yang tidak dibarengi edukasi komprehensif berpotensi menjadi alat permainan bisnis, merugikan tenaga kerja, dan menciptakan ketidakpastian industri nasional.

“Banyak konsumen akhirnya ragu, mana produk yang benar-benar terafiliasi Israel, mana yang hanya dikambinghitamkan. Ini ruang manipulasi yang bisa dimainkan oleh pesaing pasar,” ucapnya.

Edo Segara Gustanto, peneliti yang turut hadir, mengingatkan pentingnya transparansi informasi dan komunikasi aktif dari para pemuka agama maupun pemangku kebijakan.

“Kalau tidak ada kejelasan produk mana yang benar-benar masuk kategori boikot, masyarakat akan terus diseret dalam konflik moral tanpa panduan yang memadai,” tambah Edo.

Para akademisi sepakat bahwa gerakan boikot harus diarahkan secara terukur, bukan sekadar emosional.

Butuh koordinasi antara ulama, pemerintah, asosiasi industri, dan masyarakat sipil agar tujuan kemanusiaan tetap tercapai, tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi nasional.

“Boikot adalah ekspresi politik dan moral. Tapi jika tidak disertai roadmap ekonomi dan edukasi, ini bisa menjadi bumerang sosial,” kata Rifadli. (Tribun Jogja/Azka Ramadhan)

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Akademisi dan Peneliti di Jogja Kaji Dampak Boikot Produk Terafiliasi Israel, Ini Hasilnya

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved