Sabtu, 4 Oktober 2025

Aturan RPMK Soal Kemasan Polos Tanpa Merek Produk Tembakau Dinilai Justru Munculkan Masalah Baru

Industri produk tembakau alternatif mengecam wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek yang tertuang di dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi - Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah. Wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek yang tertuang di dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, menjadi sorotan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri produk tembakau alternatif menyoroti wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek yang tertuang di dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

Hal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 yang kedudukannya lebih tinggi dari RPMK dan tidak memberikan mandat untuk kemasan polos. Kemenkes dinilai melampaui kewenangannya dengan tetap memaksakan kemasan polos melalui RPMK.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita mengatakan, penerapan kebijakan tersebut dikhawatirkan menciptakan rentetan masalah baru, termasuk meningkatnya peredaran dan konsumsi produk ilegal di publik. 

Bahkan menciptakan ruang bagi anak-anak di bawah umur untuk menjangkau produk ini hingga sulitnya pengawasan di lapangan.  

"Aturan polos hanya akan menambah masalah baru. Mayoritas negara G20, negara-negara maju, tidak menerapkan kemasan polos untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik. Negara tersebut hanya menerapkan peringatan berbentuk tulisan untuk produk tembakau alternatif," jelas Garindra dalam keterangannya, Rabu (11/9/2024).

Ia meminta Kemenkes agar makin bijak dalam melihat munculnya potensi permasalahan baru ketika aturan kemasan rokok diterapkan bagi produk tembakau alternatif. 

Selain potensi masifnya peredaran produk ilegal dan mengurangi pendapatan cukai, kebijakan itu juga dapat menyebabkan semakin tingginya prevalensi merokok di Indonesia.  

“Kita harusnya berkaca ke negara yang sudah berhasil mendukung peralihan ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, bukan malah mengikuti negara yang tidak berhasil," tegas Garindra.

“Kami berharap DPR-RI sebagai stakeholder yang mewakili rakyat juga melihat permasalahan ini,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), Paido Siahaan, juga mengkritik wacana kemasan polos. Kemenkes seharusnya mempertimbangkan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas terhadap produk yang mereka pakai. 

Menghilangkan elemen merek (brand) dan informasi pada kemasan dipandang justru mengurangi kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi produk sehingga dapat memutuskan produk yang tepat. Sehingga, rancangan aturan ini melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang akurat. 

"Jika dilihat dari perspektif konsumen dan pengurangan bahaya, penerapan aturan kemasan polos tanpa pembedaan antara produk tembakau alternatif dan rokok bisa dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi perokok dewasa untuk mengakses produk yang lebih rendah risiko," kata dia.

Paido juga khawatir penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek akan mendorong konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah dan mudah didapat. 

Pasalnya, produk ilegal tidak melalui pengawasan yang ketat seperti halnya produk legal. Pada akhirnya, masalah ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar dan menambah beban penegakan hukum.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved