Minggu, 5 Oktober 2025

Demo di Jakarta

Meski Penuh Kontroversi, IPW: Penangkapan Delpedro Marhaen Berdasarkan Bukti Kasus ITE

Penangkapan Delpedro Marhaen soroti prosedur hukum, kebebasan berpendapat, dan dugaan penghasutan pelajar di Jakarta.

|
Editor: Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
SUGENG TEGUH - Penangkapan Delpedro Marhaen oleh Polda Metro Jaya memicu sorotan publik soal prosedur hukum, kebebasan sipil, dan dugaan penghasutan. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

Hal itu disampaikan oleh Sugeng saat menanggapi penangkapan polisi terhadap Direktur Lokataru Indonesia Delpedro Marhaen.

“Apakah ini suatu kriminalisasi atau satu upaya penegakan hukum untuk menjaga memulihkan ketertiban umum?. IPW melihat ini harus diikuti, proses ini harus diikuti, proses penegakan hukumnya, kalau polisi sudah menangkap, menahan, proseduralnya biasanya sudah ada bukti, apalagi bukti kalau ini terkait UU ITE, pembuktian polisi itu biasanya akurat, pembuktian polisi itu menggunakan suatu scientific crime investigation,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu 3 September 2025.

Kriminalisasi adalah proses hukum di mana suatu tindakan atau perilaku yang sebelumnya tidak dianggap sebagai tindak pidana, kemudian ditetapkan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dikenai sanksi pidana oleh negara

Sugeng menyampaikan, penangkapan terhadap Delpedro Marhaen tidak bisa hanya dilihat dari kasus pidananya saja, tapi juga harus dilihat dari latar belakangnya.

Menurut Sugeng, demonstrasi yang terjadi sejak 25 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2025 lalu itu adalah demo yang agak berbeda dengan demo-demo yang pernah terjadi sebelumnya.

“Demo kali ini yang tidak lebih dari seminggu telah menghancurkan dan meluluhlantahkan banyak sekali properti-properti milik pemerintah, gedung DPRD Makasar habis, gedung DPRD NTB habis, kantor Polres Jakarta Timur habis, Polda DIY hancur pagarnya, kemudian pembakaran dprd di Jawa Tengah, kemudian kantor-kantor polisi yang kecil, di Bandung Mess MPR RI di depan kantor DPRD Jabar dibakar habis,” ujarnya.

Sugeng menegaskan, ini adalah demo yang tidak biasa, massa aksi mahasiswa dan buruh itu bisa melokalisir diri untuk tidak terlibat dalam proses-proses atau pada tindakan-tindakan yang sifatnya brutal dan merusak.

“Nah di belakang itu ternyata ada yang membonceng, banyak pihak yang membonceng. Selain dari aparat, diduga ya, aparat TNI, ternyata polisi juga menangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen. Kita tidak tahu apakah dan siapakah yang dihasut?, tetapi kalau pembuktian mengenai ITE itu sejauh saya tahu itu cukup kuat, kasus-kasus terkait dengan ITE umumnya pembuktiannya kuat,” katanya.

Oleh karena itu, Sugeng mengungkapkan, dalam hal ini IPW menyerahkan kepada proses hukum di kepolisian.

“Tetapi polisi juga harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memberikan akses kepada penasehat hukum daripada Delpedro Marhaen untuk dapat mendampingi membela kepentingan Marhaen dan membuka komunikasi dengan Marhaen, tidak boleh kemudian Marhaen diisolasi, lakukan proses penegakan hukum ini secara akuntabel, secara profesional dan berkeadilan,” ungkapnya.

Peran Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dalam kasus dugaan penghasutan demonstrasi anarkis menjadi sorotan utama dalam penyidikan Polda Metro Jaya. 

Ia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga aktif menyebarkan ajakan aksi melalui media sosial dan berkolaborasi dengan akun-akun lain yang terafiliasi dengan konten ekstrem.

Rincian Peran Delpedro Marhaen dalam Kasus

Pengelola akun @lokataru_foundation 

Delpedro disebut sebagai admin akun Instagram resmi Lokataru Foundation, yang digunakan untuk menyebarkan ajakan kepada pelajar agar tidak takut ikut aksi demonstrasi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved