Cukai Tinggi Dinilai Bisa Ancam Ekonomi Lokal di Sentra Tembakau Jawa Timur
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR, Prof Badri Munir Sukoco menegaskan pentingnya perlindungan terhadap sektor padat karya.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Badri Munir Sukoco menegaskan pentingnya perlindungan terhadap sektor padat karya, sebagai bagian dari upaya mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Sebab berdasarkan studi UNAIR di tahun 2022 terkait dampak keberadaan sigaret kretek tangan (SKT) terhadap penduduk sekitar, dilaporkan 76,9 persen warga di sekitar pabrik SKT mengaku memperoleh manfaat langsung, mulai dari peluang kerja hingga peningkatan pendapatan.
Aktivitas ekonomi yang ditimbulkan juga mendorong pertumbuhan 94,7 persen usaha lokal seperti warung makanan dan minuman, layanan transportasi, dan toko kelontong.
Studi ini juga mencatat efek ekonomi berganda dari pabrik SKT mencapai 3,8 kali lipat, di mana setiap Rp1.000 yang dihasilkan mampu menciptakan perputaran ekonomi sebesar Rp3.800 di masyarakat.
"Industri hasil tembakau memiliki peran signifikan dalam pendapatan negara melalui cukai hasil tembakau (CHT), secara historis lebih dari 90 persen penerimaan cukai didapatkan dari CHT dan 10 persen APBN penerimaan negara didapatkan dari CHT,” kata Prof Badri dalam diskusi 'Dampak Ekonomi dan Sosial Industri Padat Karya di Jawa Timur' di Surabaya, Jawa Timur, dikutip Selasa (23/9/2025).
Prof Badri kemudian menyoroti peran strategis SKT dalam menopang ekonomi daerah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur mencatat ada 1.352 unit IHT, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 387.000 orang di sektor hulu dan 90.000 orang pada sektor hilir.
Ia mengutip pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut bahwa beban cukai 57 persen seperti Firaun karena terlampau tinggi.
Sehingga harapannya pemerintah dapat mengkaji ulang kebijakan perpajakan tersebut agar tidak semakin membebani industri sektor padat karya.
“Menteri Keuangan kemarin menyatakan apakah IHT mau dibiarkan mati pelan-pelan atau seperti apa? Pak Menteri sudah memberi statement bahwa 57 persen beban cukai itu sudah seperti Firaun karena terlalu tinggi dan perlu dikaji ulang,” ucap dia.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Purnomo ikut menekankan pentingnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada kesejahteraan pekerja.
Baca juga: Legislator PAN Harap Pemerintah Tak Gegabah Naikkan Cukai Tembakau
Menurutnya urgensi dalam penyusunan kebijakan perpajakan perlu mempertimbangkan dampak pada penyerapan tenaga kerja.
"Kalau naik terus bagaimana nasib buruh? Cukai dan pajak sudah terlalu tinggi, pemerintah perlu menyusun kebijakan cukai yang melindungi sawah ladang para buruh dan masyarakat kecil, apalagi tingkat pengangguran di Indonesia juga tinggi," ungkap Purnomo.
Sekretaris Daerah Pemkab Bojonegoro, Kusnandaka Tjatur Prasetija menerangkan, Kabupaten Bojonegoro adalah sentra tembakau di Jawa Timur dengan 37 pabrik yang menyerap 17.000 tenaga kerja, dan menggerakkan ekonomi lokal.
Industri ini juga berkontribusi pada pendapatan daerah.
10 Negara yang Sulit Dikunjungi Warga Amerika Serikat, Teratas Korea Utara |
![]() |
---|
Prabowo di Markas PBB: Palestina Merdeka Harus Dijamin, Israel Juga Harus Aman |
![]() |
---|
Kenakan Jas Biru dan Peci Hitam, Prabowo Pidato Perdana di Sidang Umum PBB |
![]() |
---|
Trump di PBB: Pengakuan Palestina oleh Negara Barat adalah Hadiah untuk Hamas |
![]() |
---|
Publik Jangan Terjebak Isu Menyesatkan Soal Pembentukan Tim Transformasi Polri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.