Senin, 6 Oktober 2025

Legislator PAN Harap Pemerintah Tak Gegabah Naikkan Cukai Tembakau

Cukai rokok belum final. Legislator PAN minta pemerintah tak gegabah. Industri tertekan, kesehatan publik desak tarif naik. Siapa yang didengar?

Penulis: Chaerul Umam
Istimewa
TARIF CUKAI TEMBAKAU - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Ahmad Najib, menyampaikan pandangannya soal kebijakan cukai tembakau dalam rapat resmi di Jakarta. Ia menekankan pentingnya pendekatan berbasis data dan keadilan fiskal bagi industri hasil tembakau. 

Ringkasan Utama

Legislator PAN Ahmad Najib meminta pemerintah berhati-hati merumuskan tarif cukai tembakau 2026. Industri, fiskal, dan kesehatan publik saling tarik kepentingan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Ahmad Najib, berharap pemerintah tidak gegabah dalam merumuskan kebijakan cukai, khususnya terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) yang menyerap jutaan tenaga kerja dari hulu hingga hilir.

“Terapkan kebijakan CHT yang berkeadilan. Jangan ada pungutan berlapis karena produsen sudah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Perlu tahapan yang jelas, berbasis data, dan pengawasan strategis,” ujar Ahmad kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Ia menekankan bahwa cukai memiliki dua fungsi utama: menambah penerimaan negara dan mengendalikan konsumsi. 

Namun, kebijakan fiskal juga harus mempertimbangkan perilaku konsumen dan dampak sosial ekonomi, termasuk fenomena downtrading atau peralihan ke rokok ilegal. 

Untuk diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan cukai tahun 2026 sebesar Rp241,83 triliun. Sebagian besar target tersebut masih bergantung pada Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang menyumbang 96,1 persen dari total penerimaan cukai periode Januari–Juli 2025.

Kebijakan tarif CHT tahun depan masih dalam tahap pengkajian oleh Kementerian Keuangan. Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah menetapkan empat pilar utama sebagai dasar penetapan tarif: pengendalian konsumsi, penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengawasan rokok ilegal.

Baca juga: Status Kementerian BUMN Berpeluang Diubah Menjadi Badan

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menyatakan bahwa proses perumusan kebijakan melibatkan kementerian dan lembaga, asosiasi industri, akademisi, dan peneliti. 

Pemerintah juga tengah menyusun roadmap tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) untuk periode 2026–2029.

Respons Industri 

Data Indodata Research Center menunjukkan peredaran rokok ilegal pada 2024 mencapai 46 persen, naik tajam dari 28 persen pada 2021. Kondisi ini dinilai mengancam keberlangsungan industri legal dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja serta petani tembakau.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, menyebut tekanan terhadap IHT semakin berat. Ia menyoroti dampak kenaikan cukai yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir, ditambah maraknya rokok ilegal yang membuat kondisi industri tidak kunjung membaik.

“IHT menaungi lebih dari 6 juta pekerja. Kami berharap pemerintah tidak menaikkan cukai dan HJE dalam tiga tahun ke depan agar volume produksi tetap terjaga,” kata Benny.

Konsumsi Rokok Ditarget Turun, Pengawasan Diperketat

Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan cukai rokok bukan semata soal penerimaan fiskal, melainkan bagian dari strategi pengendalian konsumsi. Dalam RPJMN 2025–2029, pemerintah menargetkan prevalensi merokok usia 10–21 tahun turun dari 12,4 persen menjadi 8,4 persen.

Pengawasan rokok ilegal diperkuat melalui sistem terintegrasi barang kena cukai (SPT BKC) dan pembentukan satgas lintas instansi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved