Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menelaah Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi dan Posisi Rojali & Rohana

Ekonomi RI tumbuh 5,12% di Q2-2025. Konsumsi, industri, dan investasi jadi motor utama di tengah fenomena Rojali & Rohana.

Editor: Glery Lazuardi
dok. FH Universitas Trisakti
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahardiansah 

Trubus Rahardiansah

Trubus Rahadiansah adalah seorang akademisi, pengamat kebijakan publik, dan dosen senior di Universitas Trisakti. Ia dikenal luas karena pandangannya yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, terutama di bidang hukum, tata negara, dan sosial politik.

TRIBUNNEWS.COM - Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 yang mencapai 5,12 persen (yoy) menandakan bahwa mesin ekonomi nasional masih bekerja stabil di tengah ketidakpastian global. 

Di saat publik ramai memperbincangkan fenomena “Rojali” (rombongan cuma lihat-lihat) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya-nanya), pemerintah menegaskan bahwa fenomena tersebut tidak menghambat laju pertumbuhan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan sejumlah indikator pendukung memang menunjukkan hal yang sama.

Bukan hanya konsumsi, tetapi juga sektor industri pengolahan dan investasi, yang merupakan tiga motor utama ekonomi, bergerak serempak menopang pertumbuhan.

Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% (yoy), menyumbang lebih dari separuh PDB. Angka ini menepis anggapan bahwa daya beli masyarakat sedang tertekan.

Survei penjualan eceran Bank Indonesia menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) masih di atas 200.

Untuk proyeksi Juni 2025, indeksnya diperkirakan mencapai 233,7, naik dari 232,4 di bulan sebelumnya. Artinya, masyarakat masih belanja, hanya polanya yang berubah.

Selain itu, simpanan masyarakat di bank tumbuh 4,02% yoy menjadi Rp9.109 triliun. Bahkan, simpanan dengan saldo di bawah Rp100 juta per rekening naik 3,75%.

Ini mengisyaratkan masyarakat masih punya uang dan daya belinya tetap terjaga. Fenomena Rojali dan Rohana hanyalah refleksi perubahan pola belanja, bukan pelemahan daya beli.

Dari perspektif adaptive governance, fenomena ini perlu dibaca sebagai sinyal bagi pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan, bukan sekadar mengandalkan pendekatan lama.

Dukungan terhadap ekosistem e-commerce, infrastruktur logistik, dan kebijakan yang menjaga daya beli menjadi kunci dalam merespons pola konsumsi baru ini.

Bukan hanya konsumsi, sektor industri pengolahan tumbuh 5,68% yoy, tertinggi dalam empat tahun terakhir. Ini adalah sinyal positif bahwa proses reindustrialisasi mulai bergerak.

Di sisi lain, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang merupakan indikator investasi, tumbuh 6,99% yoy, juga tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan