Senin, 29 September 2025

Kabinet Prabowo Gibran

Kepercayaan Diri yang Berlebihan Menkeu Purbaya Bisa Bikin Ekonomi RI Karam: Ciptakan Kegaduhan

APBN harus dikelola dengan disiplin, transparan, dan berorientasi jangka panjang.

|
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
KEPERCAYAAN DIRI BERLEBIHAN - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto, telah menimbulkan polemik di masyarakat.

Pernyataannya yang meremehkan tuntutan publik terkait 17+8 hingga mengaku punya pengalaman panjang di pasar modal, disebut jabawan yang terlalu percaya diri secara berlebihan atau overconfidence.

Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyampaikan, kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan. 

Namun, Purbaya menanggapinya tuntutan tersebut muncul hanya karena “hidup kurang enak”.

Baca juga: Purbaya Singgung Gaya Komunikasi Ala Koboi di Rapat Perdana dengan DPR

Menurutnya, pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu. Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal.

"Keraguan ini berpotensi mendorong volatilitas nilai tukar, menahan investasi, bahkan memicu pelarian modal," papar Achmad dikutip Rabu (10/9/2025).

Achmad menyebut, seorang Menkeu adalah nakhoda kapal fiskal Indonesia. 

Sehingga, ketika terlalu percaya diri, kapal bisa karam dan jika terlalu takut, kapal tak berlayar. 

"Yang dibutuhkan adalah keseimbangan, berani mengambil risiko, namun tetap realistis dan hati-hati," ucapnya.

Ia melihat, Purbaya kini berada di persimpangan. Apakah ia akan menjadi ekonom dengan retorika optimistis yang kontroversial, atau pemimpin fiskal yang kredibel dan mampu mengeksekusi visi Presiden?

"Jika ia mampu menahan diri, mendengar publik, menjaga kredibilitas fiskal, dan mengeksekusi strategi dengan cermat, pertumbuhan 8 persen bukan mustahil," paparnya.

"Namun jika overconfidence dibiarkan mendikte kebijakan, maka bukan pertumbuhan yang kita dapat, melainkan ketidakstabilan sosial-ekonomi yang berbalik merugikan bangsa," sambung Achmad.

Publik Membutuhkan Peta Jalan, Bukan Retorika

Achmad menyampaikan, pertumbuhan 8 persen yang ditargetkan pemerintah bukan sekadar slogan. 

Publik ingin peta jalan jelas: apa strategi penciptaan lapangan kerja, bagaimana distribusi hasil pertumbuhan, dan sejauh mana belanja negara diarahkan pada infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan