Senin, 29 September 2025

Dukung Pemerintah Kurangi Impor, Ini Usulan Forum Industri Baja Domestik

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6 sampai 8 persen. 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
INDUSTRI BAJA - Forum Komunikasi Ketahanan Industri Baja Nasional, menggelar deklarasi dukungan penguatan industri baja dalam negeri di Hotel Gran Melia Jakarta, Jumat (12/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6 sampai 8 persen. 

Untuk mencapai target tersebut, industri baja dinilai memiliki potensi besar sebagai tulang punggung pembangunan dan kemandirian ekonomi nasional.

Meski begitu, potensi itu masih dibayangi tantangan serius akibat derasnya impor baja yang terus masuk ke pasar domestik.

Isu tersebut kembali mengemuka dalam Forum Komunikasi Ketahanan Industri Baja Nasional yang digelar di Hotel Gran Meliá Jakarta, Jumat (12/9/2025). 

Forum ini dihadiri oleh Direktur Eksekutif IISIA (The Indonesian Iron and Steel Association) Harry Warganegara, Ketua Umum IZASI (Indonesia Zinc-Aluminium Steel Industries) Stephanus Koeswandi, Ketua Umum ARFI sekaligus ARMI Nicolas Kesuma, serta Ketua Umum ISSC (Indonesian Society of Steel Construction) Budi Harta Winata beserta jajaran pengurus.

"Industri baja adalah pilar pembangunan nasional yang menghasilkan produk vital bagi berbagai sektor. Tanpa perlindungan kebijakan, industri baja nasional terancam gulung tikar,” kata Harry Warganegara melalui keterangan tertulis, Jumat (12/9/2025).

Data SEAISI menunjukkan konsumsi baja nasional pada 2024 mencapai 18,58 juta ton, dengan produksi domestik 15,82 juta ton. 

Namun, impor baja melonjak hingga 8,72 juta ton, jauh di atas ekspor yang hanya 5,96 juta ton. 

Kondisi ini membuat utilisasi kapasitas produksi domestik anjlok di bawah 40 persen—terendah dalam beberapa tahun terakhir.

Ketua Umum IZASI Stephanus Koeswandi menambahkan, lonjakan impor juga terjadi pada baja konstruksi terfabrikasi (Prefabricated Engineered Building/PEB) yang menembus 712 ribu ton pada 2024. 

"Kondisi ini melemahkan daya saing industri baja dalam negeri yang menjadi tulang punggung sektor strategis seperti konstruksi, otomotif, dan manufaktur," ujarnya.

Stephanus mencontohkan Kanada yang menerapkan kuota impor terbuka dan transparan sebagai model perlindungan yang bisa dipelajari Indonesia.

Dalam forum tersebut, Ketua Umum ISSC Budi Harta Winata menyampaikan enam sasaran utama yang harus segera direspons pemerintah:

  1. Pengetatan kuota impor baja yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri.
  2. Moratorium investasi asing pada produk baja sejenis.
  3. Penerapan instrumen perlindungan perdagangan (BMAD & BMTP).
  4. Penguatan instrumen non-tarif seperti SNI dan TKDN.
  5. Harmonisasi tarif baja dari hulu ke hilir.
  6. Penghentian impor baja konstruksi terfabrikasi (PEB).

Budi memberi tenggat hingga 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, agar pemerintah segera menindaklanjuti tuntutan tersebut.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan