Perkap Baru Izinkan Senpi dalam Situasi Penyerangan, KontraS Sebut Potensi Abuse of Power
Senpi boleh digunakan saat penyerangan. KontraS, YLBHI, dan Amnesty khawatir aturan ini bisa picu abuse of power dan ancam hak warga.
Ringkasan Utama
KontraS menyoroti Perkapolri No 4/2025 yang mengatur penggunaan senjata api dalam penindakan aksi penyerangan terhadap fasilitas Polri. Aturan ini dinilai membuka celah penyalahgunaan kekuasaan dan membatasi hak warga jika tidak diawasi secara ketat. Amnesty Internasional dan YLBHI turut mengkritik regulasi ini karena dinilai bertentangan dengan prinsip HAM dan hukum nasional.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Polri, yang memungkinkan penggunaan senjata api dalam situasi penyerangan terhadap fasilitas Polri.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus, menyebut aturan tersebut berpotensi menjadi alat abuse of power jika tidak diiringi dengan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang memadai.
“Kami menyayangkan internal kepolisian memulai reformasinya dengan membentuk satu kebijakan yang menurut kami berpotensi untuk abuse of power,” kata Andrie saat ditemui dalam Aksi Kamisan di Jakarta Pusat, Kamis (2/10/2025).
Menurut Andrie, sejumlah substansi dalam Perkap memperluas kewenangan aparat tanpa landasan hukum yang setara dengan Undang-Undang.
“Padahal secara isi, secara substansi itu sangat membatasi hak asasi manusia warga negara,” ujarnya.
Baca juga: Sosok Bibit Waluyo yang Diangkat Prabowo Jadi Jenderal Kehormatan, Pernah Berkonflik dengan Jokowi
Ia mencontohkan tindakan seperti penggeledahan, penangkapan, dan penggunaan senjata api yang seharusnya diatur dalam kerangka tindak pidana dan melalui regulasi setingkat Undang-Undang.
“Bukan peraturan internal kepolisian,” tegasnya.
KontraS juga mengkhawatirkan bahwa potensi penyalahgunaan tidak diiringi dengan proses penegakan etik maupun hukum jika terjadi pelanggaran terhadap warga negara.
“Yang ketiga, tentu ini tidak sesuai dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Terutama dalam bentuk hirarki peraturan perundang-undangan,” kata Andrie.

Perkapolri No 4/2025 ditandatangani oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pada 29 September 2025 dan terdiri dari 18 pasal. Aturan ini mengatur penindakan terhadap aksi penyerangan terhadap markas kepolisian, asrama, rumah dinas, satuan pendidikan, dan fasilitas kesehatan milik Polri.
Dalam Pasal 11, penggunaan senjata api diperbolehkan dalam kondisi ekstrem seperti pembakaran, perusakan, pencurian, penyanderaan, atau ancaman terhadap jiwa petugas dan warga. Senjata api yang digunakan dapat berupa amunisi karet maupun tajam.
Baca juga: Amnesty International soal Reformasi Polri: Harus Ada Pertanggungjawaban Penghukuman Bagi Polisi
Amnesty Internasional Indonesia juga mengkritik Perkap ini.
Juru Bicara Amnesty Internasional Indonesia, Haeril, menyebut Pasal 6 dan Pasal 12 berpotensi melegitimasi kekerasan berlebihan karena tidak menjelaskan batasan konkret situasi yang dimaksud.
Perkap Senjata Api Polri
senjata api
Polri
Kontras
Abuse of Power
hak asasi manusia
Listyo Sigit Prabowo
Polisi: Terapis Wanita yang Ditemukan Tewas di Pejaten Berusia Sekitar 25 Tahun |
![]() |
---|
Amnesty Internasional Kritik Perkapolri Nomor 4 Tahun 2025, Berpotensi Legitimasi Kekerasan Aparat |
![]() |
---|
Kakorlantas Irjen Agus Suryo Nugroho: Personel Polantas Wajib Terapkan Empat Prinsip Keadilan |
![]() |
---|
Pimpin Langsung GPM di Samarinda, AKP Dedy Septriadi Wujudkan Kepedulian ke Masyarakat |
![]() |
---|
Siapa Anthony Lee? Mahasiswa yang Nekat Gugat Presiden Prabowo dan Kapolri Rp 2,4 T |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.