Jumat, 3 Oktober 2025

Amnesty Internasional Kritik Perkapolri Nomor 4 Tahun 2025, Berpotensi Legitimasi Kekerasan Aparat

Jika dibiarkan, kata dia, aturan tersebut menjadi instrumen legal untuk membenarkan kekerasan negara, alih-alih melindungi warga

Tribunnews.com/ Reynas Abdila
PERATURAN KAPOLRI - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Amnesty Internasional Indonesia kritik Peraturan Kapolri No 4/2025 yang memungkinkan polisi akan tindak tegas penyerang fasilitas Polri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty Internasional Indonesia kritik Peraturan Kapolri No 4/2025 yang memungkinkan polisi akan tindak tegas penyerang fasilitas Polri.

Juru Bicara Amnesty Internasional Indonesia Haeril menilai aturan tersebut membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan kekuatan berlebihan dari aparat.

Baca juga: 4.351 Anggota Polisi Bertugas di Luar Struktur Polri, Eks Kabais TNI: Reformasi Tidak Mengizinkan

Amnesty Internasional Indonesia adalah bagian dari Amnesty International, sebuah gerakan global yang beranggotakan lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia, yang berkomitmen untuk memperjuangkan dan melindungi hak asasi manusia (HAM).

"Tujuan utama peraturan itu melindungi anggota kepolisian dari serangan, tapi ada beberapa pasal justru berpotensi melegitimasi penggunaan kekerasan yang berlebihan. Pasal 6, misalnya, memperbolehkan penggunaan senjata api secara 'tegas dan terukur'," kata Haeril dihubungi Kamis (2/10/2025).

Baca juga: KPAI Soroti Kekerasan Aparat terhadap Anak Saat Demo, Ada yang Ditahan Bersama Orang Dewasa

Rumusan tersebut menurutnya problematik karena tidak menjelaskan batasan konkret mengenai situasi yang dimaksud. Sehingga menimbulkan tafsir subjektif aparat di lapangan.

"Lebih jauh, Pasal 12 yang memperbolehkan penggunaan amunisi tajam bisa menimbulkan risiko serius," jelasnya.

Lanjutnya dalam standar HAM internasional, seperti Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (yang dikeluarkan PBB pada 1990), misalnya, menegaskan bahwa senjata api hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir ketika ada ancaman nyata terhadap nyawa. 

"Peraturan Polri yang tidak jelas membedakan dengan tegas antara aksi kriminal individual dan aksi massa berpotensi membuat aparat menjustifikasi penggunaan kekuatan mematikan terhadap demonstrasi damai," imbuhnya.

Jika dibiarkan, kata dia, aturan tersebut menjadi instrumen legal untuk membenarkan kekerasan negara, alih-alih melindungi warga. 

"Maka Perkapolri No. 4/2025 harus direvisi atau dikaji ulang agar polisi benar-benar menegakkan prinsip proporsionalitas, akuntabilitas, serta menjamin hak berkumpul dan berekspresi. Tanpa hal-hal itu, reformasi kepolisian akan melangkah mundur," tandasnya.

Diberitakan Kompas.id Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Kapolri atau Perkap Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Kepolisian Negara RI. Peraturan tersebut ditandatangani Kapolri pada 29 September 2025.

Perkap tersebut berisi 18 pasal. Pada Pasal 1 disebutkan bahwa peraturan tersebut mengatur tentang penindakan yang dilakukan kepolisian untuk menghentikan atau mengendalikan perbuatan yang dianggap melanggar hukum, yakni aksi penyerangan terhadap Polri. Aksi itu meliputi penyerangan pada markas kepolisian; ksatrian; asrama/rumah dinas Polri; satuan pendidikan; dan rumah sakit Polri/klinik/fasilitas kesehatan.

Baca juga: 2 Warga Serang Banten Jadi Korban Kekerasan Aparat, Pelajar Masuk IGD

Terkait hal itu, anggota kepolisian dapat mengambil tindakan berupa upaya paksa atau tindakan lain yang dilakukan untuk mencegah, menghambat atau menghentikan pelaku penyerangan yang mengancam keselamatan atau membahayakan jiwa, serta harta atau kehormatan. Tindakan itu meliputi peringatan; penangkapan; pemeriksaan/penggeledahan; pengamanan barang/benda yang digunakan untuk aksi penyerangan; serta penggunaan senjata api secara tegas dan terstruktur.

Penggunaan senjata api dilakukan dalam kondisi ketika penyerang memasuki lingkungan Polri secara paksa dan melakukan pembakaran, perusakan, pencurian, perampasan, penjarahan, penyanderaan, penganiayaan, serta pengeroyokan. Selain itu, penggunaan senjata api bisa dilakukan ketika penyerang mengancam jiwa petugas Polri atau orang lain. Senjata api tersebut dilengkapi dengan amunisi karet dan amunisi tajam.

Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4 Tahun 2025 berisi tentang Penindakan Aksi Penyerangan terhadap Polri.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved