Jumat, 3 Oktober 2025

BPRA Diusulkan di Bawah Presiden Agar Mempercepat Distribusi Tanah untuk Rakyat

Ada 2.350 desa yang secara legal berada di kawasan hutan dan warganya terus diperlakukan bak pendatang di tanah leluhurnya sendiri.

Penulis: Erik S
Istimewa
KEPEMILIKAN TANAH- Forum Group Discussion (FGD) Pertanahan yang diselenggarakan Great Institute Rabu (1/10/2025), di Jakarta Selatan. 

Menurut dia, Bank Tanah adalah bagian dari masalah, bukan solusi.

"Ia lahir dari Ciptaker, dan mencampuradukkan Reforma Agraria dengan urusan pengadaan tanah untuk korporasi besar,” beber Dewi. 

Menurut Dewi, Reforma Agraria bukan sekadar redistribusi administratif, melainkan perubahan struktur kepemilikan tanah. Ia menyinggung program food estate sebagai politik pangan yang salah arah: timpang, penuh ketidakadilan.

“Padahal Reforma Agraria justru punya hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menegaskan, tanah tidak boleh jadi alat penindasan manusia terhadap manusia,” kata Dewi.

Dr. Agung Indrajit dari Otorita IKN kemudian memaparkan perspektif teknologi. Ia merujuk pada Land Administration Domain Model (LADM) sebagai pendekatan digital untuk mengurangi asimetri informasi dalam pertanahan.

“Tanah tidak sekadar soal administrasi atau regulasi, tapi juga data yang harus transparan, interoperable, dan bisa mengurangi permainan informasi,” ujarnya.

Aktivis pertanahan Arwin Lubis menyampaikan gagasan strategis terkait rencana pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria (BPRA). 

Ia mengingatkan, UUPA 1960 menegaskan tanah bukan milik raja atau negara, melainkan rakyat.

“Negara tidak bisa menjual tanah. Negara hanya boleh mengambil bea atas layanan keagrariaan,” katanya.

Ia mengusulkan agar BPRA dibentuk langsung di bawah Presiden dengan struktur ramping, tapi memiliki satu deputi khusus yaitu Deputy Tafsir Tegas. Tujuannya, agar tak ada lagi tafsir ganda antara ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, dan lembaga lain yang membuat pelaksanaan reforma agraria berlarut-larut. 

“Kita sudah terlalu lama menunggu. Ada tanah-tanah eks HGU yang habis sejak puluhan tahun lalu, tapi distribusinya tak terdengar,” ujarnya.

GREAT Institute adalah lembaga pemikiran (think tank) yang didirikan mendukung pemikiran progresif revolusioner Presiden Prabowo Subianto.

GREAT yang merupakan singkatan dari Global Research on Economics, Advance Technology, and Politics, diluncurkan di Jakarta Selatan pada Selasa (3/6/2025). 

Lembaga ini digagas Dr Syahganda Nainggolan, yang menjabat ketua Dewan Direktur, bersama sejumlah tokoh nasional, termasuk Moh Jumhur Hidayat sebagai Ketua Dewan Pembina.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved