Senin, 29 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Median Rilis Hasil Survei Terbaru Persepsi Publik terhadap Demo Agustus-September 2025

Menurut dia jika melihat jawaban responden bisa disimpulkan ada 2 penyebab utama maraknya aksi unjuk rasa

Penulis: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
AKSI DEMONSTRASI - Massa demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Jumat (29/8/2025) sore sekira pukul 5.30 WIB mengibarkan bendera anime One Piece dari atas pagar Kompleks Parlemen. 

Hal ini diikuti oleh "Kurang aksi dan lambat bertindak" (14,9%) dan "Tidak dengarkan aspirasi dan tuntutan" (9,8%). Alasanalasan ini, bersama dengan persepsi "Ketidakberpihakan dan mementingkan diri" (8,4%), menunjukkan bahwa publik tidak puas karena mereka merasa DPR tidak hanya gagal merespons secara memadai, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati dan akuntabilitas.

Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan "Geng Solo" dalam kerusuhan demonstrasi, mayoritas responden secara tegas menolak pandangan tersebut.

Sebanyak 56,3% publik tidak setuju dengan pernyataan tersebut, dengan 38,7% menyatakan "Tidak Setuju" dan 17,6% menyatakan "Sangat Tidak Setuju." Hal ini menunjukkan adanya penolakan yang kuat dari sebagian besar masyarakat terhadap narasi yang mengaitkan kerusuhan dengan kelompok tersebut.

Alasan Setuju," mereka yang percaya bahwa "Geng Solo" terlibat dalam kerusuhan pasca-demonstrasi didominasi oleh kekhawatiran politik dan narasi media.

Alasan utama yang disebutkan adalah "Berita mengarah indikasi Geng Solo terlibat" sebesar 27,0%, diikuti oleh kekhawatiran akan upaya "Lengserkan Prabowo diteruskan dinasti" yang mencapai 25,4%. Selain itu, 16,4% responden juga mengaitkan keterlibatan ini dengan peran ”Ada yang menjadi provokator." 

Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan publik terhadap isu ini didorong olehpersepsi adanya agenda politik dan informasi yang disebarluaskan di media.

Di sisi lain, data "Alasan Tidak Setuju" menunjukkan bahwa mereka yang
menolak gagasan tersebut melihat kerusuhan sebagai manifestasi murni dari
ketidakpuasan rakyat.

Alasan utama ketidaksetujuan adalah "Murni aspirasi rakyat" dengan 21,8%, diikuti oleh alasan "Tidak ada bukti" sebesar 20,4%. Menariknya, 18,8% responden juga menyebutkan "Pihak ketiga dan provokator" sebagai alasan tidak setuju, mengindikasikan bahwa mereka percaya provokator.

Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan oknum militer dalam kerusuhan demonstrasi, pandangan masyarakat cukup terbelah.

Lebih banyak responden responden yang tidak setuju dengan pernyataan bahwa ada keterlibatan oknum militer. Total 37,2% publik menyatakan ketidaksetujuan mereka, dengan 27,4% "Tidak Setuju" dan 9,8% "Sangat Tidak Setuju.“

Namun ada 36,1% responden menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa kerusuhan ditumpangi oleh oknum militer. Angka ini terdiri dari 26,9% yang "Setuju" dan 9,2% yang "Sangat Setuju”.

Keseimbangan yang tipis antara kelompok yang setuju dan tidak setuju ini menunjukkan perpecahan opini yang tajam di masyarakat. Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 26,7%, memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab, mengindikasikan bahwa sejumlah
besar publik tidak yakin atau tidak memiliki pandangan yang pasti mengenai isu ini.

Mayoritas masyarakat setuju dengan pandangan bahwa kerusuhan tersebut disebabkan oleh perlawanan dari para koruptor.

Sebanyak 60,8% responden menyatakan persetujuan mereka, yang terdiri dari 36,4% "Setuju" dan 24,4% "Sangat Setuju." Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh publik meyakini adanya hubungan antara isu korupsi dan kekerasan yang menyertai aksi protes.

Di sisi lain, terdapat sebagian masyarakat yang menolak pandangan tersebut. Sebanyak 21,9% responden menyatakan ketidaksetujuan mereka, dengan 15,9% "Tidak Setuju" dan
6,1% "Sangat Tidak Setuju." Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 17,3%, memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.

Berdasarkan data "Alasan Setuju," publik yang meyakini keterlibatan koruptor dalam kerusuhan pasca-demonstrasi didorong oleh pandangan bahwa para koruptor bertindak karena takut kejahatan mereka terbongkar.

Alasan utama yang disebutkan adalah "Takut korupsinya terbongkar" (18,9%), diikuti oleh "Korupsi dan/atau kejahatan di zaman Prabowo" (14,1%). Sebagian kecil responden lainnya juga menyebutkan alasan seperti "Ingin tidak korupsi" dan "Korupsi perlu di basmi," menunjukkan keyakinan bahwa kerusuhan adalah upaya reaksioner untuk menggagalkan upaya anti-korupsi.

Di sisi lain, data "Alasan Tidak Setuju" menunjukkan bahwa mereka yang menolak gagasan tersebut melihat kerusuhan sebagai hasil dari tuntutan rakyat yang sah, bukan konspirasi koruptor.

 Alasan paling dominan adalah "Alasan demo karna ada tuntutan ke pemerintah &
DPR" (17,0%), yang menyiratkan bahwa protes itu memiliki tujuan yang murni. Selain itu, alasan lain yang signifikan adalah "Buktinya tidak ada" (15,6%) dan "Demo di picu karena adanya ketidakpuasan" (7,8%), yang menunjukkan bahwa kerusuhan dianggap sebagai 
respons otentik terhadap ketidakadilan sosial dan kurangnya bukti keterlibatan koruptor.

Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan asing dalam kerusuhan saat demonstrasi, mayoritas responden tidak setuju dengan pandangan tersebut.

Secara keseluruhan, 53,3% publik menolak gagasan campur tangan luar negeri, dengan 37,0% menyatakan "Tidak Setuju" dan 16,3% "Sangat Tidak Setuju."

Di sisi lain, 23,2% responden setuju dengan pernyataan tersebut, yang terdiri dari 16,5% "Setuju" dan 6,7% "Sangat Setuju."

Hal ini menunjukkan bahwa narasi keterlibatan asing ditolak oleh lebih dari separuh populasi, meskipun masih ada segmen publik yang signifikan yang meyakininya. Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 23,5%, memilih "Tidak Tahu/Tidak Jawab".

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan