Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Median Rilis Hasil Survei Terbaru Persepsi Publik terhadap Demo Agustus-September 2025
Menurut dia jika melihat jawaban responden bisa disimpulkan ada 2 penyebab utama maraknya aksi unjuk rasa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Unjuk rasa yang berakhir rusuh Agustus-September 2025 lalu berlangsung di sejumlah kota di Indonesia.
Lembaga Survei Median melakukan survei pandangan publik terhadap unjuk rasa itu.
Baca juga: 6 Lembaga HAM Selidiki Kerusuhan Demo Cari Aktor Intelektual hingga Penangkapan oleh Aparat
"Mayoritas responden yakni 85,8 persen mengetahui aksi demonstrasi itu," demikian Direktur Eksekutif Median Rico Marbun dalam rilis temuan hasil survei di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Median adalah singkatan dari Media Survei Nasional, sebuah lembaga survei independen di Indonesia yang fokus pada riset opini publik, terutama terkait isu-isu sosial, politik, dan kebijakan nasional.
Baca juga: Soal Penyitaan Buku Anarkisme dari Tersangka Demo Ricuh, Ini Penjelasan Mabes Polri
Proses pengambilan data survei dilakukan 8-13 September 2025.
Kuisioner berbasis Google Form disebarkan melalui Media Sosial Meta dengan target pengguna aktif berusia 17-60+ tahun.
Media sosial menjadi sumber informasi utama bagi mayoritas publik.
Tiga platform teratas yang paling banyak digunakan adalah Facebook (72,0%), Instagram (67,2%), dan TikTok (61,4%).
Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran publik terhadap isu demonstrasi sebagian besar dipengaruhi oleh informasi yang beredar di platformplatform digital tersebut.
Meskipun demikian, media tradisional seperti televisi juga turut berperan dengan persentase 58,5%.
Sumber-sumber lain seperti YouTube (44,9%) dan portal berita online (35,0%) juga menjadi saluran informasi yang signifikan, sementara sumber-sumber informasi seperti radio (8,1%) dan koran/majalah (6,5%).
Asosiasi masyarakat terhadap demo
Rico Marbun mengatakan asosiasi utama masyarakat terhadap demonstrasi adalah kerusuhan (26,9%), diikuti isu kenaikan gaji DPR (17,1%), penyampaian aspirasi (15,7%), & Gerakan Tuntut Keadilan atas Korban Affan Kurniawan (10,6%).
"Publik memandang penyebab aksi demonstrasi adalah kenaikan gaji dan
tunjangan DPR (30,2%), diikuti perilaku arogan DPR (9,8%) sikap tidak peduli pada
rakyat (8,1%), kebijakan memberatkan ekonomi rakyat (6,8%), kesulitan ekonomi
(6,5%) dan kesenjangan ekonomi (4,2%)," ujarnya.
Penyebab utama unjuk rasa
Menurut dia jika melihat jawaban responden bisa disimpulkan ada 2 penyebab utama maraknya aksi unjuk rasa, yaitu:
Kebijakan dan prilaku anggota DPR yang tidak simpatik dan kesulitan ekonomi.
Dimana ada 50,9% responden menyatakan bahwa sudah saatnya protes aksi
unjuk rasa diakhiri.
Namun data juga menunjukkan bahwa dukungan untuk melanjutkan demonstrasi masih sangat signifikan, dengan 40,6% responden yang setuju aksi tersebut dilanjutkan.
Hal ini mencerminkan adanya perbedaan pendapat yang cukup kuat di tengah masyarakat.
Kelompok usia termuda, yaitu 17-20 tahun, menunjukkan dukungan paling signifikan agar aksi demonstrasi dilanjutkan, dengan persentase sebesar 33,3%.
Sebaliknya, kelompok usia tertua (60+tahun) menunjukkan keinginan terbesar agar aksi demonstrasi dihentikan, dengan 55,6% responden dari kelompok ini memilih opsi
tersebut.
Secara umum, terlihat tren bahwa dukungan untuk menghentikan demonstrasi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia responden.
Baca juga: Tim Independen LNHAM akan Gali Keterangan Polisi Hingga Keluarga Korban Terkait Demo Agustus
Faktor pendorong kerusuhan
Dari survei terlihat persepsi publik menunjukkan adanya banyak faktor yang mendorong terjadinya kerusuhan pada aksi demonstrasi.
Meski pendapat bahwa bahwa kehadiran provokator (31,9%) cukup dominan,
namun banyaknya variasi jawaban menunjukkan kehadiran faktor-faktor lain.
Diantara faktor lain yang menyulut kerusuhan ialah prilaku tidak simpatik yang ditunjukkan oleh beberapa anggota dewan, mampetnya aspirasi publik, serta situasi ekonomi yang dianggap tidak baik
Melihat data ini, secara umum publik cukup terbelah, 51,0% publik menyatakan ketidakpuasan mereka (terdiri dari 36,2% "Tidak Puas" dan 14,8% "Sangat Tidak Puas").
Namun ada jumlah signifikan juga Sebanyak 44,3% responden merasa puas dengan penanganan pemerintah (terdiri dari 32,8% "Puas" dan 11,5% "Sangat Puas".
Berdasarkan data "Alasan Puas," kepuasan publik terhadap penanganan demonstrasi oleh pemerintah berakar pada persepsi tindakan konkret dan efektif.
Alasan teratas yang disebutkan adalah “Cepat Tampil dan Tanggap di Depan Publik (17,5%)"Kasus korupsi terungkap" (9,5%), diikuti oleh "Aksi mereda" (8,4%) dan "Tanggapi keinginan rakyat" (8,4%).
Sebaliknya, data "Alasan Tidak Puas" menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik berasal dari persepsi lambatnya respons pemerintah dan tindakan yang keras.
Alasan utama ketidakpuasan adalah "Respon lambat" (13,1%), jauh melampaui alasan-alasan lainnya.
Alasan signifikan lainnya adalah "Represif & ada korban" (9,1%) dan "Tidak ada perubahan positif" (8,2%).
Mayoritas responden menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang sangat tinggi.
Secara keseluruhan, 85,6% publik menyatakan tidak puas dengan langkah dan kebijakan DPR, dengan 53,7% di antaranya merasa "Sangat Tidak Puas."
Angka ini menunjukkan adanya defisit kepercayaan publik yang signifikan terhadap lembaga legislatif dalam merespons tuntutan dan aksi masyarakat.
Di sisi lain, hanya sebagian kecil masyarakat yang merasa puas dengan kinerjaDPR. Total kepuasan hanya mencapai 11,7%, yang terdiri dari 9,8% responden "Puas" dan hanya 1,9% yang "Sangat Puas."
Perbedaan yang sangat mencolok antara tingkat ketidakpuasan dan kepuasan ini menggarisbawahi kritik publik yang meluas terhadap cara DPR menangani situasi demonstrasi.
Selain itu, hanya 2,6% responden yang tidak tahu atau tidak menjawab, menunjukkan bahwa mayoritas besar publik memiliki pandangan yang jelas dan cenderung negatif mengenai masalah ini.
"Alasan Puas," kepuasan publik terhadap DPR sebagian besar dipicu oleh persepsi bahwa aspirasi demonstran telah terpenuhi dan situasi telah kembali normal.
Alasan utama yang disebutkan adalah "Aspirasi sudah terpenuhi" dengan 26,7%, diikuti oleh "Situasi normal" dengan 17,3%.
Alasan lainnya yang berkontribusi pada kepuasan termasuk "Ubah kebijakan" (12,0%) dan "Anggota diberhentikan" (9,3%), menunjukkan bahwa publik merasa puas ketika DPR terlihat mengambil tindakan nyata sebagai respons terhadap protes.
Di sisi lain, data "Alasan Tidak Puas" menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik disebabkan oleh respons yang dirasakan lamban dan tidak efektif dari DPR.
Alasan utama ketidakpuasan, dengan persentase yang jauh lebih tinggi, adalah "Menghindar dari demo" sebesar 23,1%.
Hal ini diikuti oleh "Kurang aksi dan lambat bertindak" (14,9%) dan "Tidak dengarkan aspirasi dan tuntutan" (9,8%). Alasanalasan ini, bersama dengan persepsi "Ketidakberpihakan dan mementingkan diri" (8,4%), menunjukkan bahwa publik tidak puas karena mereka merasa DPR tidak hanya gagal merespons secara memadai, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati dan akuntabilitas.
Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan "Geng Solo" dalam kerusuhan demonstrasi, mayoritas responden secara tegas menolak pandangan tersebut.
Sebanyak 56,3% publik tidak setuju dengan pernyataan tersebut, dengan 38,7% menyatakan "Tidak Setuju" dan 17,6% menyatakan "Sangat Tidak Setuju." Hal ini menunjukkan adanya penolakan yang kuat dari sebagian besar masyarakat terhadap narasi yang mengaitkan kerusuhan dengan kelompok tersebut.
Alasan Setuju," mereka yang percaya bahwa "Geng Solo" terlibat dalam kerusuhan pasca-demonstrasi didominasi oleh kekhawatiran politik dan narasi media.
Alasan utama yang disebutkan adalah "Berita mengarah indikasi Geng Solo terlibat" sebesar 27,0%, diikuti oleh kekhawatiran akan upaya "Lengserkan Prabowo diteruskan dinasti" yang mencapai 25,4%. Selain itu, 16,4% responden juga mengaitkan keterlibatan ini dengan peran ”Ada yang menjadi provokator."
Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan publik terhadap isu ini didorong olehpersepsi adanya agenda politik dan informasi yang disebarluaskan di media.
Di sisi lain, data "Alasan Tidak Setuju" menunjukkan bahwa mereka yang
menolak gagasan tersebut melihat kerusuhan sebagai manifestasi murni dari
ketidakpuasan rakyat.
Alasan utama ketidaksetujuan adalah "Murni aspirasi rakyat" dengan 21,8%, diikuti oleh alasan "Tidak ada bukti" sebesar 20,4%. Menariknya, 18,8% responden juga menyebutkan "Pihak ketiga dan provokator" sebagai alasan tidak setuju, mengindikasikan bahwa mereka percaya provokator.
Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan oknum militer dalam kerusuhan demonstrasi, pandangan masyarakat cukup terbelah.
Lebih banyak responden responden yang tidak setuju dengan pernyataan bahwa ada keterlibatan oknum militer. Total 37,2% publik menyatakan ketidaksetujuan mereka, dengan 27,4% "Tidak Setuju" dan 9,8% "Sangat Tidak Setuju.“
Namun ada 36,1% responden menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa kerusuhan ditumpangi oleh oknum militer. Angka ini terdiri dari 26,9% yang "Setuju" dan 9,2% yang "Sangat Setuju”.
Keseimbangan yang tipis antara kelompok yang setuju dan tidak setuju ini menunjukkan perpecahan opini yang tajam di masyarakat. Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 26,7%, memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab, mengindikasikan bahwa sejumlah
besar publik tidak yakin atau tidak memiliki pandangan yang pasti mengenai isu ini.
Mayoritas masyarakat setuju dengan pandangan bahwa kerusuhan tersebut disebabkan oleh perlawanan dari para koruptor.
Sebanyak 60,8% responden menyatakan persetujuan mereka, yang terdiri dari 36,4% "Setuju" dan 24,4% "Sangat Setuju." Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh publik meyakini adanya hubungan antara isu korupsi dan kekerasan yang menyertai aksi protes.
Di sisi lain, terdapat sebagian masyarakat yang menolak pandangan tersebut. Sebanyak 21,9% responden menyatakan ketidaksetujuan mereka, dengan 15,9% "Tidak Setuju" dan
6,1% "Sangat Tidak Setuju." Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 17,3%, memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.
Berdasarkan data "Alasan Setuju," publik yang meyakini keterlibatan koruptor dalam kerusuhan pasca-demonstrasi didorong oleh pandangan bahwa para koruptor bertindak karena takut kejahatan mereka terbongkar.
Alasan utama yang disebutkan adalah "Takut korupsinya terbongkar" (18,9%), diikuti oleh "Korupsi dan/atau kejahatan di zaman Prabowo" (14,1%). Sebagian kecil responden lainnya juga menyebutkan alasan seperti "Ingin tidak korupsi" dan "Korupsi perlu di basmi," menunjukkan keyakinan bahwa kerusuhan adalah upaya reaksioner untuk menggagalkan upaya anti-korupsi.
Di sisi lain, data "Alasan Tidak Setuju" menunjukkan bahwa mereka yang menolak gagasan tersebut melihat kerusuhan sebagai hasil dari tuntutan rakyat yang sah, bukan konspirasi koruptor.
Alasan paling dominan adalah "Alasan demo karna ada tuntutan ke pemerintah &
DPR" (17,0%), yang menyiratkan bahwa protes itu memiliki tujuan yang murni. Selain itu, alasan lain yang signifikan adalah "Buktinya tidak ada" (15,6%) dan "Demo di picu karena adanya ketidakpuasan" (7,8%), yang menunjukkan bahwa kerusuhan dianggap sebagai
respons otentik terhadap ketidakadilan sosial dan kurangnya bukti keterlibatan koruptor.
Berdasarkan data persepsi publik mengenai isu keterlibatan asing dalam kerusuhan saat demonstrasi, mayoritas responden tidak setuju dengan pandangan tersebut.
Secara keseluruhan, 53,3% publik menolak gagasan campur tangan luar negeri, dengan 37,0% menyatakan "Tidak Setuju" dan 16,3% "Sangat Tidak Setuju."
Di sisi lain, 23,2% responden setuju dengan pernyataan tersebut, yang terdiri dari 16,5% "Setuju" dan 6,7% "Sangat Setuju."
Hal ini menunjukkan bahwa narasi keterlibatan asing ditolak oleh lebih dari separuh populasi, meskipun masih ada segmen publik yang signifikan yang meyakininya. Selain itu, proporsi yang cukup besar, yaitu 23,5%, memilih "Tidak Tahu/Tidak Jawab".
Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Formappi Sentil Reformasi Polri: Ganti Kapolri Dulu, Baru Bisa Mulai |
---|
Kronologi Bima Permana Hilang: Pamit ke Glodok, Jual Motor di Tegal, Ketemu di Malang |
---|
Warga Makassar Gugat Polda Sulsel Rp800 M Imbas Dibakarnya 2 Gedung DPRD saat Demo |
---|
Mahasiswa Apresiasi Golkar Buka Ruang Dialog Dengar Aspirasi Rakyat Soal Tuntutan 17+8 |
---|
Gas Air Mata Kedaluwarsa & Polisi Brutal Disorot, Kapolri: Reformasi Jalan Terus |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.