Jumat, 3 Oktober 2025

Beras Oplosan

Satgas Pangan Polri Dalami soal Adanya Kartel dalam Kasus Beras Oplosan

Kasatgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan sejauh ini pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan soal adanya praktek kartel tersebut

Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
BERAS OPLOSAN - Satgas Pangan Polri menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus beras oplosan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). Satgas Pangan Polri bakal melakukan pendalaman terkait soal ada atau tidaknya praktik kartel dalam kasus yang melanggar mutu hingga takaran atau oplosan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Pangan Polri bakal melakukan pendalaman terkait soal ada atau tidaknya praktik kartel dalam kasus yang melanggar mutu hingga takaran atau oplosan.

Satgas Pangan Polri adalah satuan tugas khusus di bawah Bareskrim Polri yang bertugas menjaga stabilitas harga, distribusi, dan keamanan produk pangan di Indonesia.

Baca juga: Kompolnas Dukung Penindakan Tegas Kasus Beras Oplosan: Tak Boleh Tebang Pilih

Mereka berperan aktif dalam pengawasan, penegakan hukum, dan pencegahan praktik curang di sektor pangan, seperti penimbunan, pengoplosan, dan pelanggaran mutu.

Kasatgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan sejauh ini pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan soal adanya praktek kartel tersebut.

Baca juga: Prabowo Sebut Kasus Beras Oplosan juga Terjadi di Malaysia, Bagaimana Faktanya?

"Untuk kartel kita belum bisa memberikan kesimpulan karena prosesnya masih panjang sekali," kata Helfi dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Kartel adalah bentuk kerja sama antara beberapa perusahaan atau pelaku usaha yang seharusnya bersaing, tetapi justru bersepakat untuk mengatur harga, produksi, wilayah pemasaran, atau distribusi demi menguasai pasar dan memaksimalkan keuntungan.

Praktik ini sering terjadi di pasar oligopoli, di mana hanya sedikit pemain besar yang menguasai industri tertentu.

Helfi yang juga menjabat sebagai Dirtipideksus Bareskrim Polri ini menyebut pendalaman harus dilakukan dari hulu hingga ke hilir untuk mengetahui terkait kartel tersebut.

"Kalau kartel atau mafia itu dari hulu sampai hilir harus berkesinambungan dan mereka jadi berafiliasi sementara ini kan kita belum harus pendalaman lebih jauh lagi," tuturnya.

Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menemukan ada tiga produsen dan lima merek beras premium yang melanggar mutu hingga takaran atau oplosan.

Beras oplosan adalah beras yang dicampur dari berbagai jenis atau kualitas berbeda, sering kali dengan tujuan meningkatkan keuntungan secara tidak jujur.

Temuan ini didapatkan setelah tim Satgas Pangan Polri melakukan uji sampel sampel beras premium dan medium dari pasar tradisional maupun modern berdasarkan investigas Kementerian Pertanian (Kementan).

"Lima merek sampel beras premium yaitu Sania, Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, Sentra Pulen dan Jelita," kata Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (24/7/2025).

Adapun 3 produsen dan lima merek beras yang melakukan pelanggaran yakni dari PT Food Station selaku produsen beras merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru dan Setra Pulen. Kemudian Toko SY (Sumber Rejeki) produsen beras merek Jelita dan PT PIM selaku produsen beras merek Sania.

PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) adalah sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di bidang distribusi, perdagangan, dan pengelolaan bahan pangan, khususnya beras. Didirikan pada 28 April 1972, perusahaan ini memiliki peran strategis sebagai pilar ketahanan pangan.

Toko SY adalah salah satu produsen dan distributor beras yang saat ini sedang menjadi sorotan publik karena diduga terlibat dalam praktik pengoplosan beras, yaitu mencampur beras dari berbagai kualitas namun tetap menjualnya sebagai beras premium. Produk yang mereka pasarkan antara lain merek Jelita dan Anak Kembar.

Baca juga: Beredar Beras Oplosan, Berikut Cara Membedakannya

PT Padi Indonesia Maju adalah bagian dari Wilmar Group, sebuah konglomerat agribisnis multinasional yang dikenal luas di sektor kelapa sawit dan kini merambah ke bisnis beras melalui entitas bernama PT Wilmar Padi Indonesia (WPI). Perusahaan ini didirikan pada 26 April 2018 dan bergerak di bidang penggilingan padi dan distribusi beras.

Berdasarkan temuan itu, kata dia, Helfi menyebut pihaknya resmi meningkatkan status perkara kasus pelanggaran mutu dan takaran beras atau beras oplosan ke tahap penyidikan.

Artinya, dalam pengungkapan kasus ini, pihak kepolisian menemukan adanya tindak pidana.

"Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, sehingga dari hasil gelar perkara status penyelidikan kita tingkatkan menjadi penyidikan," jelasnya.

Meski begitu, tim Satgas Pangan Polri belum menetapkan tersangka dalam kasus ini karena harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu.

"Rencana tindak lanjut, melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka. Mengembangkan perkara terhadap dugaan adanya merek-merek lain yang juga tidak sesuai dengan standar mutu dan takaran," tuturnya.

Atas perbuatannya, para produsen diduga pelanggaran Pasal 62 junto Pasal 8 ayat 1 huruf A dan F UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved