Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemerintah Larang Masyarakat Bakar Sampah Gunakan Tungku Bakar Tradisional, Harus Pakai Insinerator

Insinerator memiliki pengontrol kualitas udara di mana emisi yang keluar dari hasil pembakaran terkendali secara penuh.

Danang/Tribunnews
TUNGKU BAKAR - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq usai hadiri forum pemulihan ekosistem gambut untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, di Jakarta Barat, Kamis (2/10/2025)/ 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melarang keras masyarakat menggunakan tungku bakar tradisional untuk pemusnahan sampah

Hal itu dilakukan karena tungku bakar bersifat tradisional dan tidak tertutup, di mana asap hasil pembakaran dilepas ke udara terbuka.

Kondisi tersebut, membuat pembakaran sampah dengan tungku bakar justru melipatgandakan bahaya kepada lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Geram Masih Ada Orang Bakar Sampah di Permukiman, Nana Mirdad Ingatkan Bahayanya

“Menteri melarang keras penggunaan tungku bakar karena menyebabkan dampak lingkungan yang lebih besar daripada sampah,” kata Hanif ditemui usai hadiri forum pemulihan ekosistem gambut untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, di Jakarta Barat, Kamis (2/10/2025).

Sementara penggunaan insinerator masih dibolehkan.

Insinerator adalah alat berbentuk tungku atau ruang tertutup yang membakar limbah padat pada suhu tinggi untuk mengurangi volume, massa, dan sifat berbahaya limbah tersebut, mengubahnya menjadi materi gas dan abu seperti bottom ash dan fly ash.

Sebab insinerator merupakan teknologi modern, yaitu alat atau fasilitas penghancur sampah atau limbah berbahaya lewat pembakaran bersuhu tinggi, mengubahnya menjadi energi dan telah terbukti secara ilmiah.

Hanif meminta masyarakat bisa membedakan kedua hal ini.

“Itu beda jauh (tungku bakar dan insinerator). Jadi yang kita larang itu tungku bakar. Tungku bakar itu bahasa kita, mereka menyebutnya insinerator, padahal itu tungku bakar,” katanya.

Hanif menjelaskan, bahwa insinerator memiliki pengontrol kualitas udara di mana emisi yang keluar dari hasil pembakaran terkendali secara penuh.

Pembakarannya pun bersifat tertutup untuk menihilkan fluktuasi panas. Pembakarannya juga menggunakan suhu tinggi yakni di atas 1.000 derajat celcius.

“Jadi semua ada air quality control-nya yang mengawal itu semua. emisi yang keluar itu terkontrol dengan penuh. Kemudian tahapan suhunya itu dipastikan di angka 1.000 derajat ke atas, dan itu pembakarannya tertutup, sehingga tidak terjadi fluktuasi panas,” jelas Hanif.

Sedangkan tungku bakar yang biasa dipakai masyarakat hanya tempat sederhana, seperti cerobong dan ada pintu penutup, tanpa ada filterisasi maupun tahapan pengubahan asap hasil pembakaran menjadi energi.

Hasil pembakaran sampah dengan tungku bakar tersebut justru berbahaya karena menghasilkan mikron kecil alias dioksin furan akibat pembakaran tidak sempurna. Zat ini yang menjadi penyebab kanker, dan bisa bertahan lama.

“Jangan disamakan ya ini, teknologi insinerator dan tungku bakar. Jadi itu benar-benar tungku bakar sampahnya langsung dimasukkan, kalau ditutup karena pakai besi suhunya 800 tapi nanti dibuka, turun lagi dia (suhunya),” ujar Hanif.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved