Senin, 29 September 2025

Pimpinan DPR Soal Revisi UU MK Usai Keputusan Hapus Pemilu Serentak: Kita Lihat Nanti

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, merespons kemungkinan legislatif akan merevisi undang-undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
REVISI UU MK - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir. Ia merespons kemungkinan legislatif akan merevisi undang-undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, merespons kemungkinan legislatif akan merevisi undang-undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

Adies mengatakan, sejauh ini belum ada rencana dari DPR untuk melakukan revisi UU MK. 

"Belum ada (rencana), kita lihat nanti," kata Adies di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Namun, dia mengaku banyak yang mengeluhkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang selalu berubah.

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029 mendapatkan kritikan dari DPR dan partai politik.

Nantinya, pemilu nasional hanya meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan DPD. 

Sementara pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

NasDem telah menyatakan penolakannya terhadap putusan MK. Anggota Majelis Tinggi DPP Partai NasDem, Lestari Moerdijat, menilai putusan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

Sebab, nantinya Pemilu tingkat daerah seperti Pilkada dan pemilihan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota akan berjarak 2,5 tahun dari Pemilu tingkat nasional seperti Pilpres dan pemilihan DPR serta DPD.

"Hal ini bertentangan dengan pasal 22 E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu," kata Lestari di NasDem Tower, Senin (30/6/2025) malam.

Menurut Lestari, penegasan DPRD sebagai rezim Pemilu dijelaskan dalam pasal 22 E UUD NRI 1945, sedangkan Pilkada sebagai rezim Pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022.

Oleh karena itu, kata dia, Pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.

Lestari beranggapan, MK dalam kapasitasnya sebagai penjaga marwah konstitusi telah melakukan putusan yang inkonstitusional terhadap proses atau pelaksanaan Pemilu.

"MK dalam kapasitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional bertentangan dengan pasal 22 E UUD NRI 1945," jelasnya.

Dia berpendapat, perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan