Kamis, 2 Oktober 2025

KPK Panggil Dirut PT Pintu Kemana Saja terkait Kasus Korupsi Akuisisi Kapal ASDP

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Pintu Kemana Saja Andrew Pascalis Adjiputro pada hari ini.

Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
JUBIR KPK - Juru bicara KPK Budi Prasetyo saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/6/2025). KPK memanggil Direktur Utama PT Pintu Kemana Saja Andrew Pascalis Adjiputro pada hari ini, Rabu (25/6/2025). 

Namun, hingga saat ini Adjie masih dibantarkan.

"Benar, KPK menahan salah satu tersangka perkara ASDP. Namun, karena kondisi kesehatan, yang bersangkutan saat ini dibantarkan," kata Budi.

Budi menjelaskan saat ini Adjie masih menjalani perawatan di RS Polri. 

Budi mengatakan komisi antiasuah akan segera menyampaikan informasi lebih lanjut terkait penahanan Adjie.

"RS Polri untuk dilakukan perawatan," tutur Budi.

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo, komplotan direksi ASDP yang dipimpin Ira Puspadewi sengaja melakukan akuisisi terhadap PT Jembatan Nusantara.

Sedianya, proses akuisisi PT JN sempat ditawarkan oleh Adjie kepada direksi ASDP pada tahun 2014 silam. 

Namun, kala itu direksi ASDP belum setuju dengan adanya akuisisi tersebut.

Belakangan setelah Ira Puspadewi menjabat sebagai Dirut ASDP pada 2018, Adjie kembali menawarkan perusahaannya untuk diakuisisi ASDP.

Sayangnya, meski gayung bersambut, proses akuisisi tidak berjalan mulus.

"PT ASDP belum memiliki pedoman internal yang mengatur tentang akuisisi sehingga Ira Puspadewi memerintahkan Tim Akuisisi untuk menyusun draf Keputusan Direksi tentang Akuisisi," kata Budi dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025) malam.

Menjelang proses akuisisi di tahun 2022, para tersangka termasuk Ira Puspadewi kerap bertemu membahas nominal harga akuisisi, serta ihwal proses penghitungan aset PT JN agar dibuat seakan-akan proses akuisisi berjalan dengan benar sesuai prosedur.

Sayangnya, akal-akalan aturan hingga pengaturan nominal yang terlampau besar membuat negara merugi hingga Rp893.160.000.000 (Rp893 miliar).

Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita aset dengan nilai total Rp1,2 triliun. Penyitaan itu dilakukan sejak Desember 2024.

KPK juga melakukan kegiatan penggeledahan pada dua rumah yang berlokasi di Surabaya dan sekitarnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved