WHO Rilis Pedoman Baru Cegah Kehamilan Remaja untuk Tingkatkan Kesehatan Anak Perempuan
Lebih dari 21 juta gadis remaja hamil setiap tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kehamilan di usia dini menjadi penyebab utama kematian secara global di kalangan anak perempuan berusia 15–19 tahun.
Karenanya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) rilis pedoman baru yang ditujukan untuk mencegah kehamilan remaja dan komplikasi kesehatan terkait yang signifikan.
Di antara strategi tersebut, pedoman ini mendesak tindakan cepat untuk mengakhiri pernikahan anak, memperluas pendidikan anak perempuan, dan meningkatkan akses ke layanan dan informasi kesehatan seksual dan reproduksi.
Baca juga: Perjanjian Pandemi WHO, Dapatkah Capaian Global Menggapai Tatanan Lokal?
Semua faktor penting untuk mengurangi kehamilan dini di kalangan remaja di seluruh dunia.
“Kehamilan dini dapat menimbulkan konsekuensi fisik dan psikologis yang serius bagi anak perempuan dan perempuan muda,"ungkap kata Dr. Pascale Allotey, Direktur Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Penelitian di WHO dan Program Khusus PBB dalam Reproduksi Manusia (HRP), dilansir dari website resmi, Minggu (27/4/2025).
Selain itu, ketidaksetaraan gender mendasar juga memengaruhi kemampuan mereka untuk membentuk hubungan dan kehidupan mereka.
Oleh karenanya, untuk menangani masalah ini, maka hal yang perlu didorong adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan anak perempuan dan perempuan muda dapat berkembang.
Salah satu cara yaitu dengan memastikan mereka dapat tetap bersekolah, dilindungi dari kekerasan dan paksaan.
"Penting juga untuk mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang menegakkan hak-hak mereka, dan memiliki pilihan nyata tentang masa depan mereka," lanjutnya.
Sebagai informasi lebih dari 21 juta gadis remaja hamil setiap tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kondisi ini berdampak bagi pendidikan anak perempuan, hubungan sosial, dan prospek pekerjaan di masa depan, kehamilan dini dapat menciptakan siklus kemiskinan antargenerasi yang sulit diputus.
Hal itu juga menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
Termasuk tingkat infeksi dan kelahiran prematur yang relatif lebih tinggi serta komplikasi dari aborsi yang tidak aman.
Alasan kehamilan dini beragam dan saling terkait. Termasuk ketidaksetaraan gender, kemiskinan, kurangnya kesempatan, dan ketidakmampuan mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
Ada korelasi kuat dengan pernikahan dini, yaitu di negara berpenghasilan rendah dan menengah, 9 dari 10 kelahiran remaja terjadi di antara anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun.
WHO Rekomendasikan Perkuat Pendidikan dan Prospek Pekerjaan Bagi Anak Perempuan
Pedoman ini merekomendasikan upaya holistik untuk menyediakan alternatif yang layak bagi pernikahan dini dengan memperkuat pendidikan, tabungan, dan prospek pekerjaan anak perempuan.
Jika semua anak perempuan menyelesaikan sekolah menengah, diperkirakan pernikahan dini dapat dikurangi hingga dua pertiga.
Bagi anak perempuan yang berisiko paling tinggi, pedoman ini merekomendasikan untuk mempertimbangkan insentif guna mendukung penyelesaian sekolah menengah.
Seperti tunjangan keuangan yang ditargetkan atau program beasiswa.
Pedoman ini juga merekomendasikan undang-undang untuk melarang pernikahan di bawah usia 18 tahun, yang ini konsisten dengan standar hak asasi manusia, dan keterlibatan masyarakat untuk mencegah praktik tersebut.
“Pernikahan dini merampas masa kecil anak perempuan dan berdampak buruk pada kesehatan mereka,” kata Dr. Sheri Bastien, Ilmuwan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Remaja di WHO.
“Pendidikan sangat penting untuk mengubah masa depan anak perempuan. Sekaligus memberdayakan remaja baik laki-laki maupun perempuan – untuk memahami persetujuan, bertanggung jawab atas kesehatan mereka," tegas dr Sheri.
Selain itu, rekomendasi ini juga menyoroti perlunya memastikan remaja dapat mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas tinggi dan responsif terhadap remaja.Termasuk pilihan kontrasepsi.
Di beberapa negara, persetujuan dari orang dewasa diperlukan untuk mengakses layanan, yang merupakan hambatan signifikan terhadap penggunaannya.
Gadis-gadis muda yang hamil juga perlu dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas tinggi dan terhormat selama dan setelah kehamilan dan kelahiran, bebas dari stigma dan diskriminasi, serta perawatan aborsi yang aman.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Komunitas Perempuan Manggarai Jakarta Kutuk Pembunuhan Irnatalia Murni, Desak Usut Tuntas |
![]() |
---|
Taiwan Tuduh Mie Instan dari Indonesia Mengandung Etilen Oksida, BPOM Klaim Sudah Ikuti Standar WHO |
![]() |
---|
Wabah Kolera Meluas ke 60 Negara, Pasokan Vaksin Masih Jadi Kendala |
![]() |
---|
Sushila Karki Pecahkan Rekor: PM Perempuan Pertama Nepal, Usia 73 Tahun, Dipilih Lewat Discord |
![]() |
---|
Ebola Merebak di Kongo, WHO Siaga: Kenali Tanda Awalnya! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.