Minggu, 5 Oktober 2025

Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Digadang jadi Strategi Pemenangan Pilpres 2024

perpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari yang semula 4 tahun menjadi 5 tahun, digadang menjadi strategi kemenangan Pilpres 2024 suatu kelompok

Editor: Johnson Simanjuntak
Mario Christian Sumampow
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana.- Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Digadang jadi Strategi Pemenangan Pilpres 2024 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari yang semula 4 tahun menjadi 5 tahun, digadang menjadi strategi kemenangan Pilpres 2024 suatu kelompok.

Demikian keterangan itu disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana.

"Inilah putusan MK yang merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/5/2023).

Lebih lanjut kata Denny, dengan adanya putusan ini maka semakin memastikan pernyataan dia kalau saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat pemenangan pemilu.

"Sudah saya sampaikan dalam banyak kesempatan, bahwa saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024," tutur dia.

Dengan adanya putusan tersebut, maka menurut Denny, para pimpinan KPK yang saat ini sedang menjabat akan mendapatkan tambahan waktu satu tahun alias mendapatkan 'gratifikasi perpanjangan masa jabatan'.

Padahal sejatinya, masa jabatan Firli Bahuri dan kawan-kawan akan purna pada Desember 2023.

"Saya berpandangan secara hukum, norma masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun itu berlaku sejak putusan MK dibacakan hari ini, sehingga masa jabatan beberapa pimpinan yang sedang menjabat, dari awalnya 4 tahun berakhir di Desember 2023, akan berubah menjadi 5 tahun, dan berakhir di Desember 2024," tutur dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu, lantas membeberkan alasan dirinya menyebut kalau putusan ini sebagai strategi pemenangan Pilpres 2024.

Hal mendasar menurut Denny, karena saat ini terdapat beberapa kasus di KPK yang masih perlu dikawal agar tidak menyasar kawan koalisi.

Sementara di sisi lainnya, KPK juga bisa dijadikan alat untuk menjerat lawan oposisi dalam Pilpres 2024 mendatang.

"Jika proses seleksi (pimpinan KPK mendatang) tetap harus dijalankan saat ini, dan terjadi (berakhirnya) Pimpinan KPK di Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan, dan memukul lawan itu berpotensi berantakan," beber dia.

Rencana itu akan menjadi semakin berantakan, terlebih kata dia, jika pimpinan KPK yang terpilih setelah ini, tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut.

Atas hal itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu berpandangan kalau dengan mempertahankan pimpinan KPK yang sekarang akan lebih aman hingga Pilpres 2024 usai.

"Oleh karena itu, putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, sudah memenuhi kepentingan strategi Pilpres yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik (political bargaining) penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," tukas dia.

Putusan MK

Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun. Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).

Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.

Baca juga: DPR Ungkap Dampak Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

"Oleh karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.

Sebelumnya, MK enerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang diajukan oleh pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.

Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.

Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.

"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved