Senin, 29 September 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Tegaskan Kasus Korupsi Kuota Haji Tak Sasar Ormas, Fokus Dalami Peran Individu

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa fokus penyidikan saat ini adalah mendalami peran para individu yang diduga terlibat.

Dok Tribunnews
KORUPSI KUOTA HAJI - Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). KPK menyatakan sedang mengusut perkara dugaan korupsi terkait penyelenggaraan atau kuota haji. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji tambahan tahun 2023–2024 tidak menyasar institusi atau organisasi masyarakat (ormas) tertentu. 

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa fokus penyidikan saat ini adalah mendalami peran para individu yang diduga terlibat dan bertanggung jawab secara personal dalam perkara ini.

Pernyataan ini disampaikan Budi untuk meluruskan narasi yang beredar di masyarakat seolah-olah KPK tengah menargetkan lembaga atau ormas tertentu dalam penanganan kasus yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah tersebut.

"Dalam penyidikan perkara ini, KPK fokus mendalami peran-peran individu yang diduga terlibat terkait pembagian kuota haji tambahan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan, Sabtu (20/9/2025).

"Sepanjang penyidikan sampai hari ini, tidak ada mengarah kepada institusi ataupun organisasi masyarakat tertentu. Penyidikan murni berfokus pada peran pihak-pihak secara individu yang bertanggung jawab dalam perkara ini," tegasnya.

Sebagai bukti fokus pada peran perorangan, Budi mencontohkan pemeriksaan terhadap Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Syarif Hamzah Asyathry. 

Menurutnya, Syarif diperiksa dalam kapasitasnya sebagai individu yang diduga mengetahui dugaan aliran uang dalam kasus ini, bukan sebagai perwakilan lembaga.

"Sejauh ini dugaan alirannya adalah ke pihak-pihak di lingkungan Kementerian Agama, sehingga pemeriksaan kepada yang bersangkutan adalah atas pengetahuan atau yang diketahuinya terkait dengan konstruksi perkara ini," jelas Budi.

Duduk perkara kasus

Kasus ini bermula dari adanya tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah yang diperoleh Indonesia dari Kerajaan Arab Saudi pada Oktober 2023. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota tambahan tersebut seharusnya dibagi dengan proporsi 92 persen (18.400 jemaah) untuk haji reguler dan 8% (1.600 jemaah) untuk haji khusus.

Namun, dalam praktiknya, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas saat menjabat, kuota tersebut dibagi rata menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Kebijakan inilah yang disinyalir menjadi celah korupsi.

Berdasarkan perhitungan awal KPK, penyimpangan dalam pembagian kuota ini telah menimbulkan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Untuk mendalami kasus ini, KPK telah mengambil sejumlah langkah, termasuk mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri untuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Penyidik juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, seperti kediaman Yaqut di Condet, kantor agen travel, hingga ruang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan