Usut Korupsi PT Inhutani V, KPK Panggil Pejabat Setjen DPR RI Wiwin Sri Rahyani
Penyidik menjadwalkan pemeriksaan seorang pejabat dari Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Setjen DPR RI) sebagai saksi.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap terkait pengelolaan kawasan hutan yang menjerat Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC).
Hari ini, Jumat (19/9/2025), penyidik menjadwalkan pemeriksaan seorang pejabat dari Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (Setjen DPR RI) sebagai saksi.
Baca juga: Bongkar Perkara Suap Direktur Utama Inhutani V, KPK Sinyalir Aliran Dana ke Induk Usaha Perhutani
Pejabat yang dipanggil adalah Wiwin Sri Rahyani, yang menjabat sebagai Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama WSR, sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kawasan hutan di PT Inhutani V," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Agustus 2025 lalu.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka.
Ketiganya adalah Dicky Yuana Rady (DIC) selaku Direktur Utama PT Inhutani V sebagai penerima suap, serta Djunaidi (DJN) selaku Direktur PT PML dan Aditya (ADT) dari SB Grup sebagai pihak pemberi suap.
Konstruksi Perkara
Kasus ini terkait kerja sama pengelolaan lahan hutan seluas lebih dari 55.000 hektare di Lampung antara PT Inhutani V dengan PT PML.
Djunaidi diduga memberikan suap berupa uang tunai miliaran rupiah dan fasilitas mewah kepada Dicky agar menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) demi kepentingan bisnis PT PML, meskipun perusahaan tersebut memiliki tunggakan kewajiban.
Dalam operasi senyap tersebut, KPK mengamankan barang bukti signifikan, termasuk uang tunai 189.000 dolar Singapura (setara Rp2,4 miliar) dan satu unit mobil Rubicon.
Atas perbuatannya, Dicky sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Sementara Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 UU Tipikor.
Ketiga tersangka saat ini telah ditahan di Rutan Cabang KPK.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.