Senin, 29 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Aktivitas Mata-mata Rusia Terdeteksi 4 Kali dalam Seminggu di Alaska, NORAD Kerahkan F-16

Hubungan AS dan Rusia masih menegang meski Putin dan Donald Trump bertemu dua minggu lalu di Alaska, aktivitas militer justru meningkat.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
Foto Angkatan Udara AS/Prajurit Satu Carson Jeney
NORAD - Sebuah pesawat tempur F-16 Fighting Falcon milik Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara lepas landas untuk mendukung Operasi Polar Vortex pada 11 September 2024, di Pangkalan Angkatan Udara Eielson, Alaska. Hubungan AS dan Rusia masih menegang meski Putin dan Donald Trump bertemu dua minggu lalu di Alaska, aktivitas militer justru meningkat. 

Pertemuan keduanya dilakukan di tengah upaya Donald Trump untuk mendamaikan Rusia dan Ukraina.

NORAD: Tidak Ada Ancaman Langsung

NORAD menegaskan bahwa penerbangan Il-20 tidak dianggap sebagai ancaman langsung.

Namun, setiap pesawat yang memasuki ADIZ Alaska harus diidentifikasi secara langsung demi keamanan nasional.

Bulan lalu, NORAD juga mencegat dua pembom Tu-95 “Bear” Rusia yang dikawal jet tempur Su-35 “Flanker” ketika berada di ADIZ selama tiga jam.

“Misi NORAD adalah memberikan peringatan dan kendali kedirgantaraan serta peringatan maritim untuk pertahanan Amerika Utara. Bukan tugas kami untuk berspekulasi mengenai niat asing,” kata Kapten Rebecca Garand.

Hubungan Amerika Serikat dan Rusia Masih Tak Menentu di Tengah Aktivitas Militer di Dekat Alaska

Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia masih belum menentu karena aktivitas militer Rusia terus berlanjut di dekat Alaska, meskipun Donald Trump berupaya menengahi kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina.

Ivana Stradner, peneliti di Foundation for Defense of Democracies, mengatakan bahwa pesawat-pesawat Rusia yang terbang di dekat Alaska merupakan bagian dari strategi khas Presiden Vladimir Putin.

Stradner menyebut bahwa Putin berusaha menggambarkan Amerika Serikat dan Barat sebagai “macan kertas” — istilah yang merujuk pada pihak yang terlihat kuat, tetapi sebenarnya lemah.

"Kita tidak bisa menganggap ini sebagai satu peristiwa yang terisolasi. Ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, yang menunjukkan bahwa Rusia tidak serius untuk mengakhiri perang ini," kata Stradner, dikutip dari katv.com.

Meskipun aktivitas tersebut sejauh ini tidak menimbulkan ancaman langsung, pergerakan militer Rusia ini terjadi pada periode sensitif dalam hubungan AS-Rusia.

Baca juga: Mengapa Trump Tidak Perintahkan Tangkap Putin Saat Bertemu di Alaska?

Trump, dalam pernyataannya minggu ini, mengatakan bahwa sanksi ekonomi berat terhadap Rusia masih mungkin diberlakukan jika negara tersebut tidak menunjukkan upaya menuju perdamaian dalam konfliknya dengan Ukraina.

"Ini bukan perang dunia, tetapi perang ekonomi. Dan perang ekonomi akan berdampak buruk, terutama bagi Rusia, dan saya sebenarnya tidak menginginkan itu," ujar Trump pada Selasa (26/8/2025).

Menurut laporan The New York Times, Rusia atau pihak proksinya juga memantau rute pengiriman senjata AS dan sekutunya di Eropa melalui Jerman, menggunakan drone untuk melacak pergerakan pasokan militer yang dikirimkan guna membantu Ukraina.

Intelijen yang dikumpulkan dari pengawasan tersebut berpotensi dimanfaatkan Rusia atau sekutunya dalam perang, termasuk untuk mendukung upaya sabotase.

Sementara itu, laporan dari Pusat Studi Strategis dan Internasional mencatat bahwa serangan semacam ini meningkat tajam antara tahun 2022 dan 2024, tetapi mulai menurun pada tahun 2025.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan