Jumat, 3 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Narasi ISIS Sudah Basi, Situasi Berbalik Bagi Pasukan AS: Ilegal, Jadi Buruan Milisi Perlawanan Irak

Pasukan AS kini bukan lagi jadi pemburu tetapi jadi buruan bagi milisi perlawanan di Irak yang melancarkan serangan intensif

Kredit foto: Reuters
Konvoi kendaraan AS terlihat setelah mundur dari Suriah utara, di pinggiran Dohuk, Irak utara, pada 21 Oktober 2019. 

"Sejak 17 Oktober, faksi-faksi perlawanan Irak telah terlibat dalam perang yang sangat nyata melawan pasukan militer AS karena dukungan Washington terhadap serangan Israel yang tidak pandang bulu dan belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza. Faksi-faksi tersebut juga menargetkan pasukan ilegal AS yang berbasis di Suriah," tulis ulasan TC.

Pada 21 November 2023, sebagai balasan atas serangan dari pesawat tak berawak AS yang menewaskan seorang anggota PMU pada hari yang sama, pangkalan udara Ain al-Assad yang terkenal di Irak barat untuk pertama kalinya menjadi sasaran rudal balistik jarak pendek.

Malam harinya, pasukan AS membalas dengan menembaki markas PMU di daerah Jurf al-Sakhar, barat daya Bagdad.

Pengeboman markas besar PMU telah sangat mengejutkan kalangan politik dan masyarakat, terutama mengingat fakta bahwa PMU adalah bagian dari aparat keamanan resmi Irak dan beroperasi di bawah komando perdana menteri dan panglima angkatan bersenjata negara tersebut.

Ketua koalisi politik Nebni dan komandan pasukan Badr Hadi al-Amiri telah menyerukan penarikan pasukan AS dari Irak “segera,”.

Dia mengatakan kalau keputusan parlemen Irak untuk meminta AS menarik pasukan pada tahun 2020 sudah jelas.

“Keinginan dan hukum Irak harus dihormati, karena tidak ada lagi pembenaran hukum atas kehadiran pasukan tersebut. Pasukan Irak tidak lagi membutuhkan pelatihan asing. Kami memiliki akademi dan pelatih lokal yang mampu melakukan hal ini. Alasan para penasihat (military advisor) adalah kebohongan Amerika," katanya.

Selain itu, terdapat implikasi hukum bagi pasukan koalisi internasional di Irak setelah AS mengebom barak PMU.

Menurut pakar hukum Muayad al-Musawi, “dengan mengebom pasukan keamanan resmi Irak, pasukan AS secara hukum telah mengklasifikasikan ulang diri mereka sebagai pasukan penyerang. Tidak ada kekuatan pendudukan yang berhak membenarkan serangannya terhadap kekuatan sah yang membela negaranya.”

Milisi Perlawanan akan Merespons

Pada 22 November, Komando Pusat AS di Irak mengumumkan kalau pasukannya melakukan serangan presisi secara terpisah terhadap dua fasilitas di Irak.

Serangan tersebut merupakan respons langsung terhadap serangan terhadap pasukan AS dan Koalisi yang dilakukan oleh Iran dan kelompok yang didukung Iran, termasuk serangan di Irak pada tanggal 21 November, yang melibatkan penggunaan rudal balistik jarak dekat.

Qais al-Khazali, sekretaris jenderal Asaib Ahl al-Haq, mengutuk operasi pemboman AS yang “brutal dan berbahaya” terhadap pasukan Irak dan menyerukan tindakan hukum terhadap militer AS sesuai dengan hukum internasional, pengusiran pasukan mereka dari Irak. Irak, dan pemulihan kedaulatan penuh atas wilayah udara Irak – tanpa kekebalan bagi pasukan AS.

Hussein Munis, ketua gerakan Hak Asasi Manusia, menekankan kalau pertempuran melawan ISIS seperti di Abu Ghraib dan Jurf al-Sakhar – yang dibebaskan PMU pada tahun 2014, menandai kemenangan paling signifikan melawan ISIS di Irak – hanya berfungsi untuk menyoroti perlunya mengakhiri kehadiran pasukan koalisi internasional, khususnya Amerika, di Irak.

Munis menuduh Washington menggunakan militernya sebagai kekuatan pendudukan yang mengabaikan kedaulatan Irak – yang telah mengubah Irak menjadi medan perang persaingan di Asia Barat dan basis regional tempat AS memata-matai negara-negara tetangga.

Serangan AS terhadap PMU telah menggerakkan pihak lain untuk mengambil tindakan langsung.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved