Cerita Batik Akasia, UMKM Batik Tulis dan Batik Cap Warna Alami yang Terapkan Industri Hijau
Dari luka gempa Bantul lahirlah UMKM Batik Akasia: karya warna alam, ramah lingkungan, hingga menembus pasar internasional.
Penulis:
Sri Juliati
Editor:
Whiesa Daniswara
Dalam sebulan, Batik Akasia yang menjadi UMKM binaan Yayasan Astra - Yayasan Dharma Bhakti Astra itu mampu memproduksi 1.000 lembar batik dengan berbagai motif khas.
Selain kain batik, ada pula produk kreasi seperti kaus, kemeja, blouse, syal, hingga berbagai aksesori seperti obi dan bros. Harganya mulai Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah.
Yang terbaru, Batik Akasia menjadi salah satu industri kecil menengah yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk memproduksi seragam batik jemaah haji Indonesia.
"Kami menerima pemesanan batik haji nasional dalam bentuk kain batik cap, jaket, syal/selendang, dan kemeja," ujar Ii seraya menambahkan Batik Akasia telah memperoleh sertifikasi halal.
Rupanya, keindahan batik warna alam atau natural dyes batik dari Akasia telah memikat banyak konsumen baik di dalam maupun di luar negeri. Terlebih Ii kerap mengikuti sejumlah pameran termasuk yang difasilitasi oleh Yayasan Astra, untuk semakin membesar peluang pemasaran.
Saat ini, Batik Akasia telah men-supply produknya ke sejumlah toko suvenir di Yogyakarta dan Bali. Bersama UMKM lain, Batik Akasia juga hadir pojok UMKM di Bandar Udara Internasional Yogyakarta (YIA).
Di Indonesia, Ii pernah mengirimkan produk hingga Bandung, Jakarta, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Sementara di luar negeri, Batik Akasia sudah sampai ke Belanda dan China. Bahkan produk Batik Akasia rutin dikirim ke Jepang dengan sistem konsinyasi.
Terapkan Industri Hijau
Di era modern saat ini, perkembangan industri tidak hanya dituntut untuk bergerak cepat, tetapi juga selaras dengan prinsip ramah lingkungan. Hal ini diamini oleh Ii.
Terlebih pernah ada kejadian tak menyenangkan yang pernah dialami mantan guru SD itu saat memulai usaha Batik Akasia. Usahanya pernah difitnah mencemari lingkungan yang disebut berasal dari proses pewarnaan.
"Padahal tidak pernah seperti itu. Imbasnya tempat produksi kami pernah dilempari batu," kenang Ii.
Bermula dari hal tersebut, Ii bertekad mulai menerapkan konsep industri hijau dengan memanfaatkan pewarna alami, melakukan penghematan energi, serta mengelola limbah secara bertanggung jawab.
Di rumah produksi Batik Akasia, ia membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sendiri untuk mengurangi pencemaran. Dari bahan baku, ia menggunakan pewarna alami yang berasal dari ekstrak kulit kayu dan daun-daunan dari berbagai tumbuhan.
"Limbah pencelupan kami pakai lagi, pun dengan limbah malam yang didaur ulang lagi," tambah Ii.
Begitu juga dengan kain batik sisa produksi, Ii 'mengolahnya' menjadi kreasi kain seperti tas, obi, atau masker kain.
Atas usaha yang dilakukan Ii, Batik Akasia telah memperoleh sertifikat Industri Hijau dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) pada akhir tahun 2023. Sertifikat ini berlaku selama tiga tahun di mana setiap bulannya, Batik Akasia terus dipantau.

Sumber: TribunSolo.com
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Batik Akasia
kain batik
batik tulis
Batik cap
industri hijau
Yayasan Astra
Yayasan Dharma Bhakti Astra
Menperin Akselerasi Produk Industri Hijau di Pasar untuk Jaga Daya Saing RI |
![]() |
---|
Budaya 5S, Cara Sederhana Tanamkan Pendidikan Karakter di Sekolah |
![]() |
---|
Dari Dapur Mertua, Brounis Paris Kini Jadi UMKM Mandiri |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Resmikan Proyek Baterai Listrik, Pertamina NRE Perkuat Peran di Industri Hijau |
![]() |
---|
Tekan Emisi Karbon, Pemerintah Dorong Penerapan Prinsip Industri Hijau di Seluruh Sektor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.