Demokrat: APBN 2026 Harus Perkuat Transformasi Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global
Marwan Cik Asan, menegaskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 tidak boleh dipandang sebatas dokumen fiskal.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan, menegaskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 tidak boleh dipandang sebatas dokumen fiskal.
Menurut dia, RAPBN harus berfungsi sebagai motor pertumbuhan ekonomi yang mampu menjaga stabilitas sekaligus mendorong transformasi struktural.
“APBN 2026 bukan sekadar angka dalam tabel. Ia adalah wujud keberanian pemerintah menjaga daya dorong ekonomi di tengah tekanan global yang semakin kompleks. Target pertumbuhan 5,4 persen bukan angka asal, melainkan cerminan tekad agar Indonesia tidak terjebak dalam stagnasi,” kata Marwan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat ini menilai target pertumbuhan 5,4 persen merupakan sinyal kuat bahwa Indonesia tidak boleh larut dalam pesimisme.
Apalagi, proyeksi lembaga internasional hanya menempatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,7 hingga 4,8 persen. Hal itu, menurutnya, menjadi alasan kuat bagi pemerintah untuk menunjukkan optimisme sekaligus keberanian dalam menjaga momentum ekonomi.
Kendati demikian, Marwan mengingatkan agar optimisme itu tetap berpijak pada realitas.
Saat ini, ekonomi dunia hanya tumbuh sekitar 2,3 persen, disertai bayang-bayang resesi di negara maju, ketegangan geopolitik, dan kebijakan suku bunga tinggi yang berkepanjangan.
“Karena itu, RAPBN 2026 harus menjadi instrumen yang bukan hanya menjaga stabilitas, tetapi juga memperkuat daya tahan ekonomi nasional,” katanya.
Marwan menyoroti risiko pelebaran defisit yang tak bisa diabaikan. Penurunan harga komoditas dapat menggerus penerimaan pajak, sementara lonjakan harga pangan dan energi berpotensi membebani subsidi.
“Yang lebih mengkhawatirkan, pembayaran bunga utang sudah mendekati Rp600 triliun, hampir setara dengan seluruh belanja pendidikan. Ini peringatan keras bahwa pembiayaan harus dikelola dengan disiplin dan inovasi,” tegasnya.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang tidak hanya mengandalkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), tetapi juga mendorong pemanfaatan sovereign wealth fund, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), serta pendalaman pasar keuangan domestik.
Diversifikasi pembiayaan, menurut Marwan, penting untuk mengurangi ketergantungan pada utang konvensional sekaligus memperluas ruang fiskal.
Dari sisi penerimaan, Marwan menekankan bahwa target kenaikan pajak 13,5 persen harus ditempuh secara adil.
“Kenaikan ini tidak boleh menambah beban masyarakat. Caranya melalui digitalisasi, peningkatan kepatuhan, dan perluasan basis pajak. Teknologi harus menjadi senjata utama untuk menutup kebocoran dan memperkuat keadilan pajak,” ucapnya.
Marwan juga menambahkan bahwa sinergi fiskal dan moneter akan sangat menentukan efektivitas APBN, mengingat risiko imported inflation nyata dengan kurs rupiah diperkirakan di kisaran Rp16.500 per dolar AS.
Ajakan agar Masyarakat Indonesia Tak Terhasut Kerusuhan di Nepal, Andi Arief: Contohlah Aksi 212 |
![]() |
---|
Dukung Pemerintah Kurangi Impor, Ini Usulan Forum Industri Baja Domestik |
![]() |
---|
Jurus Menteri Purbaya Realisasikan Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen |
![]() |
---|
Anwar Abbas: Rakyat Butuh Fakta, Menkeu Purbaya Harus Buktikan Janji Ekonomi |
![]() |
---|
Demokrat: Prabowo Anti Perjudian, Siapapun Terlibat Harus Dihukum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.