Tribunners / Citizen Journalism
Moderasi Beragama, Alternatif Jalan Tengah Atasi Intoleransi, Ekstremisme, dan Radikalisme
Intoleransi, ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme merupakan faktor-faktor penghambat pencapaian Visi Indonesia Emas 2045 tersebut.
Paham-paham tersebut dalam konteks suatu bangsa tentunya hanya dapat disaring dan ditangkal dengan adanya semangat nasionalisme yang harus diimplementasikan sebagai suatu modal sosial pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bangsa sesuai amanat konstitusi, dimana salah satu bentuk implementasinya adalah melalui moderasi beragama.
Moderasi beragama sebagai sebuah konsep yang menekankan pada sikap saling menghormati dan toleransi di antara kelompok agama yang berbeda, mengajarkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan agamanya masing-masing tanpa adanya tekanan atau intimidasi dari pihak lain.
Moderasi beragama adalah sebuah cara untuk mengembalikan pemahaman dan praktik beragama supaya searah dengan akarnya yakni untuk menjaga harkat, martabat dan peradaban manusia bukan malah sebaliknya. Jangan sampai agama disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan tercela semisal dipergunakan untuk merusak harkat derajat agama itu sendiri bahkan dipakai untuk merusak dan menodai nilai peradaban manusia yang seharusnya dijaga dan dipertahankan (Kerwanto, 2022).
Dalam konteks moderasi beragama, keseimbangan dan toleransi, menjadi sarana untuk menerima keberagaman dan membangun harmoni antar umat beragama (Aziz, 2021; Mahamid, 2023; Sirajuddin, 2020; Yahya, 2020).
Moderasi beragama sebagai jalan tengah untuk mengatasi intoleransi, ekstrimisme, dan radikalisme dalam implementasinya memiliki 4 (empat) pilar antara lain: komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, serta menghargai tradisi. Keempat pilar moderasi beragama tersebut merupakan tiang-tiang kokoh yang harus dipegang sehingga paham-paham yang bertentangan dengan nasionalisme dapat dicegah tumbuh dan berkembangnya di Indonesia.
Lalu, bagaimana peran Polri dalam mendukung moderasi beragama ini?
Dalam konteks moderasi beragama sebagai jalan tengah untuk mengatasi paham intoleransi, ekstrimisme, dan radikalisme bahkan paham-paham destruktif lainnya, Polri berperan dalam fungsi preemtif, preventif dan penegakan hukum.
Pertama, dalam perspektif preemtif atau indirect prevention, Polri berperan dalam melakukan edukasi, sosialisasi dan literasi; melakukan deteksi dini, peringatan dini dan deteksi aksi; serta berkolaborasi dengan tokoh agama dan stake holders.
Kedua, pada peran preventif atau pencegahan, Polri hadir di tengah masyarakat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan serta menjamin kebebasan beribadah; dan ketiga, dalam peran penegakan hukum, Polri melakukan mediasi bila terjadi konflik serta penegakan hukum terhadap pelanggaran intoleransi.
Ketiga peran Polri dalam konteks moderasi beragama tersebut sebagai bentuk implementasi ilmu kepolisian sebagai suatu cabang keilmuan yang memiliki aspek ontologi, aksiologi dan epistemologi.
*Penulis adalah anggota Polri yang saat ini menjadi Mahasiswa Program Doktoral Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian - Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK)
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tim Reformasi Polri Dibentuk, SETARA Ingatkan Jangan Terjebak Isu Jabatan |
![]() |
---|
Reformasi Polri, Apa yang Diperbaiki? Aryanto Sutadi: Pengawasan Lemah, Harus Ada Pakta Integritas |
![]() |
---|
Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional |
![]() |
---|
SETARA: Reformasi Polri Harus Libatkan Publik, Bukan Sekadar Agenda Politik Pemerintah |
![]() |
---|
Haidar Alwi Institut Minta Tim Reformasi Polri Lebih Fokus pada Reformasi Kultural |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.