Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Jeritan dari Negeri 'Nyiur Melambai', Industri Kelapa dalam Masalah Besar

Sejak lama Indonesia tercatat sebagai salah satu negara produsen kelapa terbesar dunia. Faktanya, sudah lama pula tanaman ini menderita

Editor: Dodi Esvandi
dok. kompas/kristianto purnomo
PANEN KELAPA - Petani memanen kelapa di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Rabu (18/3/2015). Saat ini industri pengolahan kelapa kekurangan bahan baku akibat produksi kelapa nasional yang turun signifikan di 2024. 

Oleh: Amrizal Idroes 
Pemerhati kelapa, co-founder HIPKI (Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia)
 
SEJAK lama kelapa dipersonifikasikan sebagai tanaman yang bisa merayu, berbisik, dan melambai, menunjukkan keindahan dan kebahagiaan di negeri ini. 

Seperti ditulis pada lirik lagu "Rayuan Pulau Kelapa" ciptaan komponis besar, Ismail Marzuki. 

Sejak dulu pula Indonesia dikenal sebagai negara "nyiur melambai", menunjukkan begitu banyak pohon kelapa yang tumbuh subur di negara kita. 

Bahkan, sejak lama Indonesia tercatat sebagai salah satu negara produsen kelapa terbesar dunia. 
 
Faktanya, sudah lama pula tanaman ini menderita, dan sekarang lebih parah lagi, menjerit! 

Bukan tanpa sebab, lebih dari 95 persen perkebunan kelapa di Indonesia-- yang total luasnya 3,3 juta hektare (tahun 2022)-- diusahakan oleh petani. 

Mereka mengurusnya dengan segala keterbatasannya: miskin, akses terbatas terhadap teknologi dan keuangan, tradisional. 
 
Hal ini semakin memperparah krisis kelapa secara nasional. 

Produktivitas yang rendah (1,1 ton/ha equivalen kopra), kebanyakan tanaman tua (di atas 60 tahun) dan rusak dengan porsi sekitar 11,3 persen dari total areal (378 ribu hektar), sistem budidaya dan rantai pasok yang buruk, hingga hilirisasi yang belum berkembang secara optimal, membuat petani tidak bisa menikmati potensi tanaman ini yang dikenal sebagai pohon kehidupan (the tree of life). 
 
Padahal, kelapa dapat dimanfaatkan atau diolah menghasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomi tinggi. 

Baca juga: Peraturan Ekspor Kelapa sedang Digodok, Ini Bocorannya dari Dirjen Kemendag

Pada tahun 2023 nilai ekspor produk kelapa nasional sebesar 2,5 miliar USD, naik dibanding tahun sebelumnya senilai 2,1 miliar USD. 

Meski demikian, petani kelapa kebanyakan masih mengolahnya menjadi kopra. 

Sementara sabut, tempurung, dan air kelapa masih banyak yang terbuang. 
 
Bahkan belakangan marak dilakukan ekspor kelapa butiran yang di negara tujuannya diolah secara terintegrasi sehingga mendapatkan nilai ekonomi yang lebih besar. 

Sementara di sisi lain, industri pengolahan kelapa nasional menjerit lantaran kekurangan bahan baku akibat produksi kelapa nasional yang turun signifikan di 2024. 
 
Turunnya produksi kelapa itu disebabkan oleh musim kering yang panjang dan derasnya ekspor bahan baku kelapa ke luar negeri. 

Imbasnya terasa hingga ke masyarakat, terutama emak-emak. 

Dua bulan terakhir, harga kelapa parut melambung. 

Harga bahan baku santan itu makin menjadi sehabis Lebaran, menembus Rp25.000 per butir. 

Harga santan kemasan begitu juga, bahkan sering kali tak mudah untuk mendapatkannya. 

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan