Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Sejumlah Orang yang Diduga Terlibat Pembakaran Grahadi dan Polsek Tegalsari Surabaya Ditangkap
Berdasarkan hasil penyelidikan, sumber api yang membakar bangunan Gedung Grahadi Surabaya dipicu karena lemparan bom molotov
Menurut Habibus Shalihin, upaya pendampingan hukum terhadap 109 orang massa aksi yang tertangkap, tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Tim Advokasi Surabaya sempat tertahan dan menunggu cukup lama di Pos Penjagaan, sebelum akhirnya diperbolehkan masuk melacak data pengaduan dan memberikan pendampingan hukum.
Sejak pukul 10.00 WIB di Polrestabes Surabaya dan Polda Jatim, akses terhadap informasi dan layanan hukum ditutup.
Data resmi baru bisa dikonfirmasi sekitar pukul 17.00 WIB, dan informasi yang lebih jelas baru terbuka menjelang malam, sekitar pukul 21.00 WIB, tak lama sebelum sebagian besar orang dibebaskan.
Akibatnya, orang-orang yang tertangkap itu diperiksa oleh Penyidik di Kantor Polisi tanpa didampingi oleh Pengacara.
Tindakan kepolisian ini tidak hanya melanggar etika pelayanan publik, tetapi juga bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
Pasal 54-60 KUHAP secara tegas menjamin hak tersangka dan saksi untuk didampingi penasihat hukum sejak pemeriksaan dimulai.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, juga menjamin hak warga negara, khususnya kelompok rentan, untuk mendapatkan bantuan hukum tanpa diskriminasi.
"Mereka, kehilangan akses pendampingan hukum yang memadai, dan hal ini dapat menimbulkan kerentanan lebih besar terhadap intimidasi maupun penyiksaan," kata Habibus Shalihin.
Selain itu, lanjut Habibus Shalihin, upaya polisi untuk menutup akses bantuan hukum ini, juga berpotensi melanggar hak Tim Advokasi Surabaya yang terdiri dari para advokat untuk dapat menjalankan tugas dan profesinya, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap orang untuk memperoleh perlindungan hukum yang adil dan akses yang sama di depan hukum, sedangkan Perkap No. 8 Tahun 2009 secara eksplisit melarang polisi menghalangi penasihat hukum dalam mendampingi klien.
Tidak hanya itu, tindakan ini juga bertentangan dengan Pasal 14 Kovenan Internasional, tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005, serta prinsip konstitusi Indonesia di UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang menjamin persamaan semua warga di depan hukum.
Baca juga: Cerita Pedagang Asongan di Tengah Gas Air Mata Demo Grahadi Surabaya: Yang Penting Saya Selamat
Berdasarkan temuan tersebut, Tim Advokasi Surabaya menilai tindakan aparat kepolisian itu telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Tidak hanya itu, pihak kepolisian juga berpotensi merusak prinsip dasar negara hukum dengan menutup akses keadilan terhadap warga negara yang sedang berhadapan dengan hukum.
Oleh karenanya, pihak LBH Surabaya mendesak agar pihak kepolisian segera membuka informasi secara penuh, terkait status seluruh warga yang ditangkap, memberikan akses seluas-luasnya kepada layanan bantuan hukum, dan memastikan setiap warga negara diperlakukan sesuai prosedur hukum tanpa intimidasi dan kekerasan.
Sumber: Surya
Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Mahasiswa Apresiasi Golkar Buka Ruang Dialog Dengar Aspirasi Rakyat Soal Tuntutan 17+8 |
---|
Gas Air Mata Kedaluwarsa & Polisi Brutal Disorot, Kapolri: Reformasi Jalan Terus |
---|
Tim Reformasi Polri Digeber Pekan Ini, Ini Alasan Prabowo Bergerak Cepat |
---|
Fraksi PAN DPR RI Bahas Tuntutan 17+8 Bersama Organisasi Perempuan dan Elemen Mahasiswa |
---|
Tetap Kritis Suarakan Perjuangan Rakyat, Erick Yusuf Sebut Unjuk Rasa Harus Damai, Tanpa Kekerasan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.