Selasa, 7 Oktober 2025

Muktamar PPP

Akhir Dualisme Kepengurusan PPP, Mardiono Jabat Ketua Umum dan Agus Suparmanto Wakil Ketua Umum

Dalam foto yang beredar, tampak Menteri Hukum Supratman menyerahkan Surat Keputusan kepada Mardiono secara langsung.

HO/IST
AKHIRI DUALISME - Dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berakhir setelah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengeluarkan surat keputusan (SK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berakhir setelah Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengeluarkan surat keputusan (SK).

Berdasarkan informasi yang diterima Tribunnews.com, dalam SK Menteri Hukum itu diketahui Muhammad Mardiono menjabat sebagai Ketua Umum.

Baca juga: Ketua SC & OC Muktamar PPP Dinilai Melukai 2/3 Muktamirin: Mereka Peserta Legal dan Terverifikasi

Sementara Agus Suparmanto didapuk sebagai Wakil Ketua Umum PPP.

Sementara untuk posisi Sekretaris Jenderal PPP diisi oleh Taj Yasin.

Dalam foto yang beredar, tampak Menteri Hukum Supratman menyerahkan Surat Keputusan kepada Mardiono secara langsung.

Agus Suparmanto dan Taj Yasin juga tampak dalam foto tersebut.

Baca juga: Pengurus PPP Papua Disebut Solid Dukung SK Menkum, Minta Akhiri Dualisme Internal Partai Ka’bah

Dualisme PPP

Dualisme kepemimpinan antara Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terjadi pada Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta, pada 27–28 September 2025.

Muktamar ini seharusnya menjadi ajang konsolidasi, namun justru memunculkan dua klaim ketua umum yang sah.

Dalam forum tersebut, muncul dua kubu yang sama-sama mengklaim telah memilih Ketua Umum secara sah.

Muhammad Mardiono ditetapkan sebagai Ketua Umum oleh satu kelompok peserta muktamar. Sementara itu, Agus Suparmanto juga diklaim sebagai Ketua Umum oleh kelompok lain dalam forum yang sama.

Kedua pihak menyatakan bahwa proses pemilihan mereka sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, sehingga menimbulkan dual klaim kepemimpinan.

Dualisme adalah kondisi ketika terdapat dua kekuasaan, kepemimpinan, atau sistem yang berjalan secara bersamaan dalam satu entitas, sehingga menimbulkan konflik, kebingungan, atau ketidakjelasan otoritas.

Menyebabkan kekosongan aktivitas politik dan keraguan di kalangan kader serta simpatisan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved