Senin, 29 September 2025

Program Magang Fresh Graduate Hadapi Tantangan Mutu hingga Keberlanjutan

Angka “8+4+5” merujuk pada struktur program: delapan program akselerasi yang satu di antaranya difokuskan pada pemulihan jangka pendek seperti magang

Editor: Erik S
Handout/IST
PROGRAM MAGANG- Anggota DPD RI asal DKI Jakarta, Fahira Idris, menilai Program Magang Fresh Graduate yang menjadi bagian dari Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 merupakan langkah penting dalam menjawab persoalan pengangguran muda.  

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota DPD RI asal DKI Jakarta, Fahira Idris, menilai Program Magang Fresh Graduate yang menjadi bagian dari Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 merupakan langkah penting dalam menjawab persoalan pengangguran muda. 

Sebagai latar belakang, paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 merupakan strategi komprehensif yang diluncurkan pemerintah Indonesia pada September 2025 untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja secara masif.

Angka “8+4+5” merujuk pada struktur program: delapan program akselerasi yang satu di antaranya difokuskan pada pemulihan jangka pendek seperti magang bagi lulusan baru.

Baca juga: 16,16 Persen Gen Z Pengangguran: Jadi Tantangan Serius, Pengembangan Soft Skill Jadi Asa

Terkait ini, menurut Fahira, pemberian insentif setara UMP selama enam bulan bagi lulusan D3 dan S1 dapat menjadi solusi atas kendala yang sering dihadapi fresh graduate, yakni tuntutan pengalaman kerja yang belum mereka miliki.

“Banyak perusahaan meminta pengalaman, sementara lulusan baru justru tidak memiliki akses untuk memperolehnya. Program ini menghadirkan jawaban dengan memberi ruang praktik nyata yang dilengkapi insentif setara UMP. Selain itu, kebijakan ini menunjukkan kolaborasi strategis yang memperkuat keterkaitan antara perguruan tinggi dan industri,” ujar Fahira dikutip, Rabu (17/9/2025).

Meski mengapresiasi inisiatif tersebut, Fahira mengingatkan bahwa program ini tetap menyimpan sejumlah tantangan.

Ia menyoroti pentingnya menjaga mutu pengalaman belajar karena tidak semua perusahaan memiliki sistem pelatihan terstruktur.

Ia juga menekankan potensi ketimpangan antarwilayah, di mana daerah dengan basis industri kuat lebih diuntungkan dibanding daerah lain.

Selain itu, tanpa adanya skema transisi yang jelas, pengalaman enam bulan magang bisa saja tidak membuka peluang kerja yang berkelanjutan.

Untuk memastikan program ini berjalan efektif, Fahira menawarkan enam rekomendasi.

Menurutnya, setiap peserta magang harus memperoleh sertifikasi kompetensi yang diakui industri agar daya tawar mereka meningkat di pasar kerja, seperti praktik yang sudah dijalankan di Korea Selatan. 

Ia juga menilai pentingnya insentif bagi perusahaan yang benar-benar merekrut alumni magang menjadi karyawan tetap, sebagaimana model apprenticeship di Jerman.

Dari sisi kualitas, ia mendorong pembentukan tim independen yang terdiri dari perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan Kadin untuk mengawasi mutu program berbasis masukan peserta.

Baca juga: 4,2 Juta Pekerja Bergantung pada Sektor Haji-Umrah, Legalisasi Umrah Mandiri Picu Pengangguran Baru

Selain itu, Fahira mendorong penempatan magang diarahkan ke sektor-sektor prioritas seperti manufaktur, ekonomi digital, energi terbarukan, dan kesehatan agar manfaatnya tidak hanya membuka lapangan kerja, tetapi juga mempercepat transformasi ekonomi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan