HUT Kemerdekaan RI
HUT ke-80 Indonesia, Senator Asal Jakarta Soroti Ancaman Kegagalan Bonus Demografi
Indonesia membutuhkan pendidikan yang menggabungkan kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai kebangsaan
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
Willy Widianto/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sektor pendidikan masih menjadi tantangan besar di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Padahal, pendidikan adalah jembatan utama menuju kemajuan bangsa karena menjadi pijakan dasar menyiapkan generasi yang sehat, cerdas, berkarakter, dan siap bersaing di panggung global tanpa kehilangan akar budaya.
Hal itu diungkapkan anggota DPD Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Baca juga: Golkar Soroti Ketimpangan Anggaran Pendidikan: Indonesia Emas 2045 Terancam Jadi Indonesia Cemas
"Saat ini dan ke depan, kita membutuhkan pendidikan yang menggabungkan kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai kebangsaan. Kita butuh pendidikan yang menghasilkan manusia Indonesia yang yang kritis, peduli, dan mampu memimpin perubahan, bukan sekadar mencetak pekerja,” ujar Fahira Idris.
Menurut Fahira, Indonesia masih menghadapi serangkaian tantangan mendasar dalam sektor pendidikan. Salah satu indikatornya adalah skor PISA yang masih di bawah rata-rata.
Skor PISA adalah hasil dari Programme for International Student Assessment, sebuah tes yang mengukur kemampuan literasi membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun di berbagai negara. Skor ini digunakan sebagai indikator kualitas sistem pendidikan suatu negara.
Akar masalahnya, lanjut Fahira Idris berlapis. Mulai dari kualitas guru yang belum merata baik dari kompetensi maupun distribusi, disparitas fasilitas antara kota dan daerah 3T hingga ketimpangan akses digital.
Selain itu, ketidakkonsistenan kebijakan akibat pergantian menteri dan kurikulum serta minimnya pendidikan nilai di tengah perubahan sosial yang semakin individualistik juga menjadi persoalan mendasar.
“Bonus demografi yang seharusnya menjadi modal, bisa berubah menjadi beban jika pendidikan gagal melahirkan generasi unggul. Oleh karena itu, kita membutuhkan peta jalan pendidikan yang konkret setidaknya dalam 20 tahun ke depan,” kata Fahira.
Bonus demografi adalah adalah kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (sekitar 15–64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia).
Fenomena ini memberikan peluang sekaligus tantangan besar bagi suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
Peta jalan tersebut, sambung Fahira Idris, setidaknya memuat enam tema besar. Pertama, revolusi guru sebagai game changer.
"Atasi kekurangan guru dengan target zero gap lima tahun melalui rekrutmen masif PPPK/PNS berbasis peta kebutuhan real-time, memastikan penempatan tepat dan bertahan minimal lima tahun," katanya.
Dia melanjutkan, kepala sekolah wajib berasal dari guru penggerak yang terbukti inovatif, bukan sekadar administrator. Inisiatif “Teacher Digital Academy” untuk melatih literasi teknologi, pedagogi adaptif, dan pendidikan nilai, termasuk bagi guru di 3T patut dipertimbangkan.
Kedua, PAUD dan pendidikan dasar sebagai titik tekan. Pastikan 100 persen anak usia 3–6 tahun masuk PAUD berkualitas di setiap desa, gratis bagi keluarga prasejahtera.
HUT Kemerdekaan RI
VIRAL Bocah SD di Gowa Ketahuan Pungut Kue Sisa Pejabat, Endingnya Bikin Nangis Haru |
---|
Besok Hari Terakhir Diskon Tambah Daya Listrik 50 Persen dari PLN |
---|
Promo Merdeka KAI Diskon 20 Persen Diperpanjang hingga 31 Agustus 2025 |
---|
Peringatan HUT ke-80 RI di Caracas: Upacara Bendera dan Peletakan Karangan Bunga di Panteón Nacional |
---|
Armaya Doremi Bangga Kibarkan Bendera Merah Putih di Boston City Hall untuk Pertama Kalinya |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.