Senin, 29 September 2025

Baleg DPR RI Undang Jusuf Kalla Bahas Revisi UU Pemerintahan Aceh

Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat bersama Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla bahas RUU tentang Pemerintahan Aceh.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Reza Deni
JUSUF KALLA - Wapres ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla saat menghadiri RDPU dengan Baleg DPR RI membahas RUU Pemerintahan Aceh di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat bersama Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla.

Rapat tersebut membahas soal penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

JK hadir didampingi eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,  Hamid Awaluddin.

"Kami ucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Bapak Jusuf Kalla yang didampingi oleh Prof Hamid," kata Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Legislator Gerindra itu menjelaskan bahwa revisi terhadap Undang-Undang Pemerintahan Aceh dilakukan sebagai tindak lanjut atas beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut.

Baca juga: JK Bantah Perebutan 4 Pulau Sengketa Aceh-Sumut Dipicu Temuan Minyak dan Gas Bumi

Bob menambahkan, revisi tersebut juga bertujuan menyelaraskan dengan peraturan perundang-undangan nasional lainnya, seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilu, dan UU Desa.

"Revisi ini mencerminkan komitmen negara dalam melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat Aceh, serta menjaga perdamaian yang telah dicapai melalui MoU Helsinki," kata dia.

Baca juga: Nadiem Makarim Pernah Cuekin Surat Gibran hingga Dikritik JK Jarang Ngantor

Atas hal itu, dia mengatakan DPR memerlukan pandangan dari Jusuf Kalla sebagai tokoh negarawan.

MoU Helsinki atau Perjanjian Helsinki pun terjadi pada saat Jusuf Kalla menjabat sebagai Wakil Presiden.

Menurut dia, substansi-substansi perubahan itu pun dilakukan untuk mencerminkan semangat perdamaian MoU Helsinki dan kebutuhan masyarakat Aceh.

"Kami harapkan masukan pandangan dari yang terhormat Bapak Jusuf Kalla terhadap substansi pengaturan yang mencakup penguatan kewenangan Pemerintahan Aceh, pengelolaan sumber daya alam, dana otonomi khusus, partai politik lokal, serta penyesuaian kelembagaan dan peraturan daerah," katanya.

JK Ungkap Persoalan di Aceh

Dalam kesempatan tersebut JK mengatakan persoalan di Aceh, bukan masalah syariat Islam atau hal-hal yang bersinggungan dengan religiusitas, tetapi masalah ekonomi.

JK mengatakan Aceh terkenal dengan kekayaan alam yang melimpah.

"Gas minyak pada waktu itu. Tetapi apa yang diperoleh masyarakat Aceh tidak besar dibandingkan kekayaan alamnya. Maka terjadilah suatu pikiran yang berakhir dengan konflik negara," kata JK.

JK menilai terjadi ketimpangan ekonomi yang dirasakan masyarakat Aceh.

Dia menyebut kesejahteraan masyarakat Aceh harus menjadi landasan dalam revisi UU tersebut.

"Jadi masalah di Aceh itu karena ketidakadilan ekonomi. Intinya, banyak orang katakan masalah syariah, tidak," kata dia.

Sumber daya alam yang melimpah di Aceh, dikatakan JK, nyatanya tidak dirasakan masyarakat.

"Padahal gas dan sebagainya dihasilkan luar biasa di Aceh pada waktu itu. Malah orang Aceh tidak banyak bekerja banyak datang malah dari luar," kata JK.

"Jadi intinya, yang kemudian kita simpulkan adalah bagaimana perdamaian itu kita lakukan dan menciptakan keadilan masyarakat sehingga tumbuh kepercayaan hubungan kembali," ucapnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan