Senin, 29 September 2025

KPA Soroti Sunyinya Isu Perampasan Tanah Rakyat di Tengah Ramainya Berita Penjarahan Rumah Pejabat

KPA mengingatkan bahwa ada bentuk penjarahan lain yang luput dari perhatian: perampasan tanah rakyat di pedesaan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews/Chaerul Umam
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, menyinggung penjarahan terhadap tanah-tanah rakyat di pedesaan luput dari pemberitaan.Hal itu disampaikannya dalam audiensi dengan Pimpinan DPR RI pada Rabu (24/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Di tengah sorotan publik terhadap penjarahan rumah pejabat pada akhir Agustus 2025, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengingatkan bahwa ada bentuk penjarahan lain yang luput dari perhatian: perampasan tanah rakyat di pedesaan.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyampaikan hal ini dalam audiensi bersama Pimpinan DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). 

Ia menegaskan bahwa negara harus segera menjalankan reforma agraria sejati untuk menghentikan praktik perampasan tanah dan sumber daya alam yang terus berlangsung.

“Kami sudah mendorong ini sejak 1994, bersama kementerian dan lembaga, agar negara benar-benar memastikan kedaulatan agraria. Bukan hanya ke luar, tapi juga ke dalam,” ujar Dewi.

Menurutnya, amanat konstitusi agar tanah, air, dan kekayaan alam dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat masih jauh dari kenyataan. 

Ia menyoroti bahwa isu perampasan tanah rakyat kerap tenggelam dalam pemberitaan, meski faktanya terus terjadi di lapangan.

Baca juga: Elite Nasdem Bicara Soal Nasib Ahmad Sahroni Sebagai Anggota DPR: Kita Lihat Saja Hasil di MKD

“Ramainya pemberitaan soal penjarahan rumah pejabat seharusnya juga membuka mata kita bahwa penjarahan terhadap tanah rakyat di pedesaan adalah peristiwa nyata yang terus berlangsung, tapi sunyi dari sorotan media,” kata Dewi.

KPA pun merilis pernyataan sikap bertajuk “Rakyat dan Kekayaan Bangsa Setiap Hari Dijarah, Presiden dan DPR RI Harus Segera Menjalankan Reforma Agraria Sejati Sekarang Juga.”

Dewi menekankan bahwa penjarahan ini nyata dialami oleh petani, nelayan, dan masyarakat adat. 

Mereka kehilangan tanah, akses ke laut, dan wilayah tangkap yang telah mereka kelola turun-temurun, sementara konsesi-konsesi besar terus berdiri bahkan hingga puluhan tahun.

“Ini bukan sekadar isu, ini kenyataan di lapangan. Kita bicara tentang petani yang kehilangan lahannya, nelayan yang tak lagi bisa melaut, masyarakat adat yang terusir dari wilayahnya. Ini harus jadi perhatian bersama,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan