Minggu, 5 Oktober 2025

Aksi Demonstrasi di Pati

Bupati Pati Sudewo Didesak Mundur, Pakar Hukum Tata Negara: Warga Sudah Lihat Karakter Bupatinya

Soal aksi demonstrasi warga Kabupaten Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur, Bivitri Susanti menilainya sebagai langkah yang harus diapresiasi.

TribunJateng.com/Mazka Hauzan
DILEMPAR SANDAL BOTOL - Bupati Pati Sudewo dilempari sandal hingga botol air mineral saat menemui massa pendemo di alun-alun Pati, Rabu (13/8/2025), massa menuntut Sudewo mundur dari jabatannya. Pakar hukum tata negara sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menanggapi aksi demonstrasi warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang menuntut Bupati Pati Sudewo diberhentikan dari jabatannya. 

Bahwa warga bisa menuntut atau menagih janji yang pernah diumbar oleh pemimpin mereka saat dipilih.

Hal ini dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam tayangan Kompas Malam yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Selasa (12/8/2025).

"Saya kira, kita harus apresiasi itu ya karena artinya warga sudah punya pemahaman yang cukup tentang relasi mereka dengan bupati yang mereka pilih gitu," kata Bivitri.

"Jadi saya kira ini dampak positif dan sangat konstruktif dan bisa membuat kita makin yakin bahwa kita membutuhkan model Pilkada langsung itu karena warga jadi tahu persis apa yang memang menjadi hak mereka. Mereka bisa tuntut kepada orang yang sudah mereka pilih," sambung perempuan yang lahir pada lahir 5 Oktober 1974 itu.

DILEMPAR SANDAL-BOTOL - Bupati Pati, Sudewo dilempar sandal hingga air mineral saat menemui massa pendemo di alun-alun Pati, Rabu (13/8/2025). Massa menuntut Sudewo mundur dari jabatannya.
DILEMPAR SANDAL-BOTOL - Bupati Pati, Sudewo dilempar sandal hingga air mineral saat menemui massa pendemo di alun-alun Pati, Rabu (13/8/2025). Massa menuntut Sudewo mundur dari jabatannya. (Tribunjateng/Mazka Hauzan)

Warga Tahu Karakter Pemimpin

Bivitri Susanti juga menanggapi ketegangan antara warga dan Bupati Pati Sudewo, terutama saat politisi Partai Gerindra kelahiran Pati, 11 Oktober 1968 itu menantang warganya yang demo.

"Saya melihatnya memang ada rangkaian peristiwa sebelumnya. Salah satunya yang paling kuat adalah arogansi dari bupati ketika ada ketegangan antara warga biasa dengan bupati yang seakan-akan bupati waktu itu menantang," jelas Bivitri.

"Nah, kemudian warga bilang, 'Loh, Anda ini kami yang bayar.' Itu saya kira kesadaran yang bagus sekali."

"Dan kemudian bupati juga sempat bilang mau 5.000, 50.000 [pendemo, red] saya akan layani. Nah, di titik itu saya kira warga jadi sudah bisa melihat karakter bupatinya kok tidak seperti yang dulu dijual waktu kampanye begitu," imbuh alumnus Universitas Indonesia itu.

Bivitri, yang pernah menjadi salah satu pemeran utama dalam film Dirty Vote karya Dandhy Laksono ini juga menilai, ada diskoneksi antara warga dan pemimpinnya kala Bupati Pati Sudewo bukannya mendengarkan aspirasi warga soal kenaikan PBB-P2 tetapi malah balik menantang.

"Saya melihatnya memang masyarakat mulai merasa bahwa ada diskoneksi antara bupati dengan warganya yang dalam kesulitan seperti itu dan ketika ada demo pun bukannya didengar dengan baik tapi malah ditantang," ujar Bivitri.

"Jadi, kalau saya sih melihatnya ini memang suatu gerakan warga yang mulai mengkoneksi dengan baik antara kehidupan mereka sehari-hari dengan pejabat yang mereka pilih dalam pemilihan langsung gitu," tambahnya.

Baca juga: Masyarakat Pati Tuntut Bupati Sudewo Lengser! Bagaimana Mekanisme Pemakzulan Seorang Kepala Daerah?

Sensitivitas Pejabat Sangat Kurang

Dari kebijakan Bupati Pati Sudewo yang menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen di tengah banyaknya warga yang terjerat kesulitan ekonomi, Bivitri menilai hal tersebut menunjukkan bahwa sensitivitas atau kepekaan pejabat publik masih kurang.

"Nah, [sensitivitas, red] ini yang saya lihat memang sangat kurang," tutur Bivitri.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved