Senin, 29 September 2025

Judi Online

Uang Judi Online Capai Rp1.200 Triliun, PPATK: Tak Bisa Lagi Pakai Cara Lama

Sirkulasi uang judi online capai Rp 1.200 T. PPATK: Ini bukan sekadar angka, dampaknya nyata dan mengkhawatirkan.

Kolase Tribunnews/net
JUDI ONLINE - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir perputaran uang dari hasil judi online di Indonesia pada tahun 2023 mencapai Rp327 triliun. Jumlah tersebut diperkirakan meningkat hingga Rp1.200 triliun pada akhir 2025.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengeluarkan peringatan serius: perputaran uang dari praktik judi online di Indonesia diperkirakan bisa menembus Rp1.200 triliun pada akhir tahun 2025. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan sinyal bahaya bahwa kejahatan digital telah berkembang melampaui kemampuan pendekatan konvensional.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa sistem lama sudah tidak relevan lagi untuk menghadapi kompleksitas kejahatan finansial berbasis teknologi.

Menurutnya, dibutuhkan sinergi lintas sektor—dari regulator, pelaku industri, hingga masyarakat sipil—untuk menutup celah penyalahgunaan teknologi keuangan.

“Upaya-upaya ini bisa memperkuat integritas ekosistem digital dan mempersempit celah penyalahgunaan teknologi keuangan oleh pihak tidak bertanggung jawab,” ujar Ivan dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025).

Ivan menyoroti bahwa dompet digital, yang awalnya dirancang untuk memudahkan transaksi masyarakat, kini menjadi medium utama praktik judi online ilegal. Modusnya semakin canggih: ribuan akun anonim, transaksi mikro, dan jaringan lintas negara.

Sebagai respons, PPATK meluncurkan inisiatif nasional bertajuk Sinergi dan Kolaborasi Menjaga Ekosistem Keuangan Digital. Program ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Gernas APU PPT), yang melibatkan Komdigi, Bank Indonesia, Kemenkopolhukam, asosiasi industri, akademisi, dan media.

“Kami mengapresiasi langkah-langkah proaktif seperti pelaporan transaksi mencurigakan dan pengembangan sistem deteksi dini seperti Fraud Detection System (FDS),” tambah Ivan.

Baca juga: Khianati Kepercayaan Negara, 200 Ribu Penerima Dicoret karena Judi Online

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, juga menekankan pentingnya pendekatan berbasis teknologi untuk mendeteksi dan menekan aktivitas perjudian daring.

“Kami mengapresiasi komitmen dan langkah-langkah yang telah diambil, di mana angka perjudian daring telah menurun,” kata Alexander.

Namun, Ivan mengingatkan bahwa persoalan ini bukan hanya soal ekonomi. Di balik angka Rp1.200 triliun, terdapat dampak sosial yang nyata: konflik rumah tangga, prostitusi daring, pinjaman online ilegal, hingga keterlibatan anak-anak dalam praktik judi.

Data PPATK menunjukkan bahwa 71,6 persen pelaku judi online berasal dari kelompok berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. Sebagian besar dari mereka juga tercatat memiliki pinjaman di luar sistem perbankan formal.

“Angka-angka yang ada ini bukan sekadar angka. Dampak sosial dari kecanduan judi online adalah nyata dan mengkhawatirkan,” tegas Ivan.

Pada kuartal I-2025, PPATK mencatat bahwa jumlah deposit dari pemain berusia 10–16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar. Sementara kelompok usia 31–40 tahun menyumbang deposit tertinggi, yakni Rp2,5 triliun.

Dengan tren yang terus meningkat, Ivan menegaskan bahwa penanganan judi online harus menjadi prioritas nasional. Bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga perlindungan sosial dan edukasi publik.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan