Minggu, 5 Oktober 2025

4 Wanti-wanti DPR hingga Pakar soal Wacana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan Fadli Zon menyatakan rencana menulis ulang sejarah RI. 

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Tribunnews/Fersianus Waku
TULIS ULANG SEJARAH - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, saat ditemui seusai rapat dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025). Lalu meminta wacana penulisan ulang sejarah melibatkan ahli yang kredibel, dan dilakukan secara transparan. 

Perlu Transparansi 

Dalam raker bulan lalu, Komisi X menekankan pentingnta transparansi dalam pembahasan penulisan ulang sejarah. 

"Komisi X menegaskan pentingnya keterbukaan dari pihak kementerian dalam proses penyusunan ulang narasi sejarah," ujar Lalu.

Ia menilai, penulisan ulang sejarah memang perlu dilakukan untuk menghadirkan narasi yang lebih adil, lengkap, dan objektif.

Ia berharap, penulisan ulang sejarah ini bisa memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan.

Perlu Uji Publik Naskah Akademik 

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), I Nyoman Parta, juga meminta agar naskah akademik penulisan ulang sejarah nasional Indonesia perlu diuji publik terlebih dahulu sebelum dirilis secara resmi.

"Sejarah itu apa pun yang dijadikan materinya baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik harus dituliskan secara baik agar bisa bukan saja mudah dicerna dan dimengerti, tetapi juga bisa jadi tuntunan bagi generasi," kata Nyoman, Kamis (8/5/2025) malam.

Bagi Nyoman, penulisan sejarah, terutama yang menyangkut peristiwa politik dan tokoh-tokoh penting bangsa, harus dilakukan secara jujur dan objektif.

"Terutama yang berkaitan dengan sejarah politik dan peran-peran tokoh penting harus dituliskan secara jujur dan obyektif dengan argumentasi yang kuat," ujarnya.

Ia menegaskan keterlibatan publik dalam menelaah naskah akademik menjadi kunci agar sejarah yang ditulis ulang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan sosial. 

"Jadi, dalam konteks Kementerian Kebudayaan ingin menulis ulang sejarah Indonesia, perlu diuji publik dahulu naskah akademiknya," ucap Nyoman.

Harus Bebas dari Kepentingan Politik 

Akademisi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan, mengingatkan pentingnya proses yang objektif dan tidak sarat kepentingan politik dalam merevisi narasi sejarah bangsa.

Menurutnya, sejarah sering kali menjadi produk kekuasaan.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved