Delegasi SSTC Dalami Model Pemberdayaan Petani Muda Berteknologi Kementan
Sebanyak 12 peserta delegasi dari lima negara, yakni India, Gambia, Papua Nugini, Kenya, dan Rwanda, mengikuti program kunjungan lapangan.
“Kami melihat bagaimana anak-anak muda di Polbangtan Bogor mengadopsi teknologi dan inovasi dengan sangat baik. Mereka menggunakan metode seperti hidroponik modern untuk memastikan produk pertanian berkualitas tinggi dan siap bersaing di pasar internasional,” ujarnya.
Maureen juga mencermati pemanfaatan media sosial oleh para mahasiswa dan petani muda Indonesia sebagai sarana memperluas pasar hingga ke luar negeri.
“Mereka tidak hanya berfokus pada pasar lokal, tapi juga berpikir global dengan menargetkan ekspor. Ini menunjukkan betapa dinamis dan visionernya generasi muda di sektor ini,” tambahnya.
Dia menekankan bahwa pengalaman selama berada di Indonesia akan menjadi inspirasi penting bagi pengembangan kebijakan pertanian di negaranya.
“Kami ingin menerapkan pendekatan serupa, bekerja sama dengan pemerintah kami untuk mendorong wirausaha muda di bidang pertanian dengan dukungan teknologi dan inovasi,” ujar Maureen.
Di menyatakan bahwa pertanian tidak lagi identik dengan pekerjaan yang membosankan. Dengan penerapan teknologi, pertanian justru bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi generasi muda.
“Dengan teknologi dan inovasi, pertanian bisa jadi menyenangkan dan menarik bagi anak muda. Itulah semangat yang akan kami bawa pulang ke Kenya,” tuturnya.
John Kendiga, delegasi dari Papua Nugini, juga mengaku terinspirasi oleh pendekatan Indonesia dalam membina generasi muda melalui program pembangunan pertanian berbasis pendidikan dan teknologi. Saat kunjungan ke Polbangtan Bogor, ia mengakui keberhasilan YESS dalam memajukan pertanian Indonesia melalui teknologi.
“Saya melihat kemajuan besar dari para pelajar di Indonesia, khususnya mereka yang terlibat dalam bidang pertanian,” ujar John.
Menurutnya, sistem pembangunan di Papua Nugini saat ini masih sangat bergantung pada pendekatan tradisional.
Kunjungan ini membuka matanya akan pentingnya transformasi dalam cara mendidik dan mempersiapkan generasi muda agar bisa menjadi pelaku utama pembangunan.
“Di Indonesia, pendekatan pembangunannya lebih terarah. Para pelajar diajak untuk mengambil keputusan dalam proses pembangunan, dan ini sangat positif,” lanjutnya.
Dia juga menyoroti pentingnya dukungan konkret bagi generasi muda berupa akses keuangan, pendidikan, dan pengetahuan teknologi.
“Memberikan insentif seperti itu adalah langkah besar. Ini jauh lebih maju dari apa yang kami lakukan saat ini,” kata John.
John menyatakan bahwa pengalaman belajar dari Indonesia akan dibawa pulang dan diadaptasi ke negaranya.
Dia berharap sistem serupa bisa diterapkan untuk mendorong lebih banyak anak muda Papua Nugini agar tertarik terjun ke sektor pertanian dan pembangunan.
“Setelah menyelesaikan pendidikan, para pelajar ini bisa langsung terlibat di sektor pembangunan. Ini sesuatu yang sangat kami butuhkan di Papua Nugini,” pungkasnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Dari Artis hingga Politik, Kini Komedian Narji Jadi Petani, Dikabarkan Punya Seribu Hektar Lahan |
![]() |
---|
Delegasi RI Menginap di Hotel yang Dibakar Demonstran Nepal |
![]() |
---|
Kementan: Permintaan Kelapa dari Malaysia Capai 400 Ribu Ton Per Tahun |
![]() |
---|
Bikin Rugi Petani Lokal, DPR Larang Masyarakat Konsumsi Gula Kristal Rafinasi |
![]() |
---|
Bapanas Ungkap Gula Petani Belum Terserap Sebanyak 21 Ribu Ton |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.