Hari Tani Nasional
Aksi Hari Tani Nasional Selesai, Massa Petani di Jakarta Pulang Berbekal Janji DPR
Sebelum bubar, perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sempat diterima audiensi oleh pimpinan DPR RI
Penulis:
Alfarizy Ajie Fadhillah
Editor:
Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Alfarizy Ajie Fadhilah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aksi ribuan petani dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional di depan Gedung DPR RI, Jakarta, berakhir pada Rabu (24/9/2025) sore.
Sekira pukul 16.50 WIB, massa mulai membubarkan diri dan pulang ke daerah masing-masing dengan menggunakan bus, sambil membawa pulang janji dari DPR untuk menindaklanjuti tuntutan mereka.
Sebelum bubar, perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) sempat diterima audiensi oleh pimpinan DPR RI.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan ada tiga poin kesimpulan dari hasil pertemuan tersebut.
"Dari hasil pertemuan, yang pertama DPR akan mendorong pemerintah untuk percepatan kebijakan satu peta dan merapikan desain tata ruang di wilayah NKRI," kata Dasco dalam ruang rapat Komisi XIII DPR RI, Kompleks Parlemen, Rabu (24/9/2025).
Baca juga: Hari Tani, Sekjen KPA Desak DPR dan Pemerintah Bentuk Lembaga Khusus untuk Jalankan Reforma Agraria
Poin kedua, lanjut Dasco, DPR akan mengamini desakan petani untuk segera membentuk badan khusus.
"DPR mendorong pemerintah untuk membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria,” ujarnya.
Sedangkan poin ketiga, di internal DPR sendiri akan dibentuk panitia khusus (pansus) penyelesaian konflik agraria.
Targetnya, pansus itu akan disahkan dalam rapat penutupan Sidang DPR RI masa sidang pertama tahun 2025–2026, 2 Oktober mendatang.
Sebelumnya, Sekjen KPA Dewi Kartika menegaskan perlunya lembaga khusus yang langsung berada di bawah Presiden.
Ia menilai Kementerian ATR/BPN maupun Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) tidak berjalan efektif.
"Terbukti bahwa kelembagaan gugus tugas reforma agraria yang sekarang tidak jalan, sedikit saja yang jalan tapi banyak yang tidak jalan, hanya rapat-rapat…tapi tidak melibatkan petani, nelayan, CSO," ujarnya.
Dewi juga menolak jika reforma agraria tetap diserahkan pada kementerian yang ada, karena menurutnya hanya akan menguntungkan korporasi, bukan petani kecil.
Ia meminta agar Presiden Prabowo segera membentuk kelembagaan khusus yang otoritatif, bersifat ad hoc, dan dipimpin langsung oleh presiden.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.