Minggu, 5 Oktober 2025

Catatan Anggota Komisi IV DPR Soal Penertiban Lahan Sawit di Kawasan Hutan

Langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang melakukan penyitaan lahan sawit yang dinilai ilegal mulai menuai sorotan. 

Istimewa
LAHAN SAWIT - Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan pemerintah seharusnya memahami duduk persoalan 3,5 juta hektare lahan sawit yang ditanam secara ilegal di kawasan hutan. 

Terkait dengan persoalan kelompok kedua yang menjadi ‘ketelanjuran’ antara proses administrasi dan perizinan yang telah berjalan dengan kebijakan penetapan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan sebenarnya telah berusaha diselesaikan oleh pemerintahan yang lalu. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) diberi waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya. Namun KLHK tidak mampu menyelesaikannya. 

‘’Padahal dengan masalah 3,5 juta hektare ini, tiga tahun relatif mudah menyelesaikan kalau ada keseriusan. Akhirnya berlarut-larut sampai pergantian pemerintahan baru tidak bisa selesai, tiga tahun masa berlakunya habis, maka saat ini Pak Prabowo membentuk Satgas (PKH),” tuturnya.

Sayangnya, Tupoksi Satgas PKH ini lebih kepada penindakan hukum. Sehingga para pelaku usaha sawit mengalami dilema.

Padahal, katanya, sawit merupakan 1 dari 2 komoditas unggulan yang senantiasa memberikan kontribusi optimal bagi penerimaan negara. Karena itu, Firman meminta Kementerian Pertanian untuk bisa memediasi persoalan ini dengan memahami duduk persoalannya.

Firman mengatakan para pelaku usaha di sektor kelapa sawit saat ini ketakutan dipanggil aparat penegak hukum.

‘’Hal seperti ini kan menimbulkan investasi tanpa ada kepastian hukum. Akhirnya apa? Tujuan dari UU Cipta Kerja tidak tercapai. Ini yang saya minta dalam rapat kemarin dengan Kementerian Pertanian agar membuat tim mediasi antar penegak hukum dan dijelaskan duduk persoalannya,” jelasnya.

Lebih jauh, Firman menekankan agar pemerintah memperhatikan betul komoditas yang mampu memberi kontribusi bagi penerimaan negara.

“Dan jangan dikedepankan sanksi pidananya, tapi selesaikan dulu sisi administrasinya. Karena kesalahan itu ada di pemerintah, karena secara historis tidak mampu menyelesaikan masalah ini dalam tiga tahun,” tandas politikus Partai Golkar ini.

Firman khawatir penertiban lahan sawit ini menyebabkan penurunan produksi sawit yang berimbas pada penerimaan negara.

Berdasar rilis data yang disampaikan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), terdapat penurunan produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).

Produksi CPO bulan Desember 2024 mencapai 3.876 ribu ton; lebih rendah 10,55 persen dibandingkan dengan produksi bulan November 2024 yang mencapai 4.333 ribu ton. Produksi PKO juga turun menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada bulan November.

Total ekspor bulan Desember 2024 mencapai 2.060 ribu ton; lebih rendah 21,88?ri ekspor bulan November 2023 sebesar 2.637 ribu ton.

Nilai ekspor yang dicapai pada tahun 2024 adalah USD27,76 miliar (Rp 440 triliun), yang lebih rendah 8,44?ri ekspor tahun 2023 sebesar USD30,32 miliar (Rp 463 triliun).

Penurunan ini bisa terjadi secara signifikan lantaran menurunnya produksi lahan sawit. Apabila Tupoksi dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang mengincar penindakan hukum terhadap para pelaku usaha sawit, maka bisa diprediksi, penurunan produksi CPO dan PKO yang notabene berbahan baku kelapa sawit akan terus berlanjut. Pada akhirnya, penerimaan negara pun akan menurun secara drastis. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved