Catatan Anggota Komisi IV DPR Soal Penertiban Lahan Sawit di Kawasan Hutan
Langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang melakukan penyitaan lahan sawit yang dinilai ilegal mulai menuai sorotan.
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang melakukan penyitaan lahan sawit yang dinilai ilegal mulai menuai sorotan.
Dalam penekanannya, Komisi IV DPR menyatakan keberadaan lahan sawit di kawasan hutan secara historis merupakan kesalahan pemerintahan di masa lalu.
Karena itu, DPR meminta agar Satgas PKH lebih mengedepankan penyelesaian secara administrasi dibandingkan menerapkan sanksi pidana karena bisa menggerus penerimaan negara dari sektor sawit.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan pemerintah seharusnya memahami duduk persoalan 3,5 juta hektare lahan sawit yang ditanam secara ilegal di kawasan hutan.
Saat proses merumuskan UU Cipta Kerja, kata dia, ditemukan keterlanjuran lahan sawit yang berada di kawasan hutan yang luasnya 3,5 juta hektare tersebut.
‘’Bagaimana cara menyelesaikannya? Kan tidak bisa yang seperti itu kita lepas, faktanya juga kita memungut pajak dari mereka, kita dapat feedback dari dana ekspor. Akhirnya kita carikan solusi, dengan melakukan pemutihan terhadap ketelanjuran,” ujar Firman Soebagyo dalam keterangannya pada Kamis (27/3/2025).
Pemutihan yang diusulkan berupa legalisasi lahan sawit yang dikategorikan ilegal.
Namun setelah DPR bersama pemerintah melakukan penyisiran data, terdapat setidaknya tiga pengelompokan data terkait kepemilikan lahan sawit di atas 3,5 juta hektare tanah yang terindikasi ilegal.
Kelompok pertama, yaitu para petani hasil program transmigrasi zaman Orde Baru yang setelah reformasi lahannya menjadi terlantar yang kemudian diberikan pemutihan.
Syaratnya luas lahan petani tersebut tidak lebih dari 5 hektare. Lebih dari itu dikenakan sanksi administrasi yaitu denda.
Kelompok kedua, pelaku usaha yang sudah memproses izinnya dan mereka boleh menanam sambil menunggu izin Hak Guna Usaha (HGU), tapi tiba-tiba muncul surat keputusan Menteri Kehutanan di era Zulkifli Hasan tentang penetapan kawasan hutan.
Aturan tersebut lantas memuat lahan sawit yang terlanjur memproses izin sebagai kawasan hutan.
“Nah lahan kelapa sawit yang ditanam oleh perusahaan ini tiba-tiba masuk di kawasan hutan. Entah bagaimana itu ceritanya. Seperti itu kan bukan kesalahan pengusaha, itu adalah sebab akibat dari kebijakan pemerintah. Maka tidak fair bila mereka dikenakan sanksi besar. Karena itu diberikan pengampunan dalam bentuk sanksi denda,” tutur
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Kelompok ketiga adalah perusahaan sawit yang menabrak aturan dan tak memproses izin tanam. Menurutnya, kelompok ini yang seharusnya dilakukan penindakan dan diberi sanksi berat.
“Mereka tahu itu kawasan hutan, tapi mereka tetap memaksa menanam di situ. Nah ini yang harus dikenakan sanksi seberat-beratnya. Sanksi seberat-beratnya adalah dikenakan sanksi denda dan kemudian diberikan kesempatan dua siklus panen, setelah itu lahan wajib dikembalikan ke negara,” papar Firman.
Komisi XII DPR RI Soal Ketersediaan BBM: Kementerian ESDM Harus Perkuat Mitigasi Distribusi |
![]() |
---|
BGN Bantah Tudingan DPR soal 5.000 Dapur MBG Fiktif: Itu Kebijakan Reset |
![]() |
---|
Keputusan Baleg DPR soal Evaluasi Prolegnas Prioritas 2025, Ada RUU Perampasan Aset & RUU Kepolisian |
![]() |
---|
Pimpinan Komisi X DPR Tak Masalah Erick Thohir Rangkap Jabatan Menpora dan Ketum PSSI, Asalkan . . . |
![]() |
---|
Manfaat Minyak Sawit untuk Kesehatan: Aman Dikonsumsi Asal Bijak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.