Rabu, 1 Oktober 2025

Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Mark Up Harga Beras Impor, Bulog Mengaku jadi Korban

Dia mengatakan, adanya laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa berbasis fakta telah membuat opini buruk di masyarakat dan merugikan Bulog.

|
Penulis: Erik S
Istimewa
Ilustrasi beras impor Bulog 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto membantah kabar pihaknya melakukan penggelembungan atau mark up harga beras impor.

Suyamto mengatakan perusahaan perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras sebenarnya tidak pernah ikut bidding.

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ucap Mokhamad Suyamto dalam keterangannya, Sabtu (6/7/2024).

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arwakhudin Widiarso, juga mengatakan hal yang senada.

”Analogikan saja hari ini pasaran harga beras misalnya Rp 12.000/Kg. Yang tak pernah ikut proses lelang mendadak mengaku bisa menjual beras dengan harga Rp 5.000/Kg, tapi tak pernah berniat menjual dan mengirimkan barang tersebut sehingga membatalkan keikutsertaanya pada lelang terbuka.

Jika saja tetap mengikuti lelang terbuka dan menawarkan harga tersebut tetapi gagal dalam menyerahkan barang, maka mereka pasti akan kami kenai denda berupa prosentase dari nilai kontrak,” kata dia.

Baca juga: Sambil Menangis Singgung Ultah Istri hingga Pegawai Kementan Cari Muka, Berikut 10 Poin Pleidoi SYL

Widiarso mengatakan, sangatlah mudah mengklaim telah menawarkan harga murah, bila barangnya tidak nyata dan tidak pernah diserahkan.

Dia mengatakan, adanya laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa berbasis fakta telah membuat opini buruk di masyarakat dan merugikan Bulog.

Apalagi Bulog, kata dia, saat ini sedang giat berbenah diri melalui transformasi di semua lini bisnis yang dilakukan.

“Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang terpercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami yaitu kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik dan kesejahteraan masyarakat,” tambah  Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi & Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog.

Saat ini, Perum Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan, sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton.

Baca juga: KPK Selidiki Dugaan Korupsi Libatkan Ahmadi Supit dan Heri Gunawan, Pengamat: Jangan Sampai Menguap

Impor dilakukan oleh Perum Bulog secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

Sampai akhir Juni, Perum Bulog telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton beras, melebihi dari target pemerintah.

Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK

Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024), atas dugaan penggelembungan harga beras impor.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perusahaan Umum (Perum) Bulog dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan harga beras impor.

Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto selaku pelapor mengatakan, jumlah beras yang diimpor itu 2,2 juta ton dengan selisih harga mencapai Rp 2,7 triliun.

“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up,” kata Hari saat ditemui awak media usai membuat laporan di kantor KPK.

Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perusahaan Umum (Perum) Bulog ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan atau mark up harga beras impor, Rabu (3/7/2024).
Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perusahaan Umum (Perum) Bulog ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan atau mark up harga beras impor, Rabu (3/7/2024). (Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Hari menuturkan, pihaknya mendapatkan data penawaran dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group yang menawarkan 100.000 ton beras dengan harga 538 dollar Amerika Serikat (AS) per ton dengan skema free on board (FOB) dan 573 dollar AS per ton dengan skema cost, insurance, and freight (CIF).

Dalam skema FOB, biaya pengiriman dan asuransi menjadi tanggungan importir.

Sementara, dalam CIF biaya pengiriman hingga bongkar muat kargo ditanggung eksportir.

“Tan Long Group, itu yang kami juga (masukkan dalam laporan) sebagai salah satu aktor yang ikut ambil bagian dalam impor beras selama periode Januari sampai bulan Mei ini,” ujar Hari.

Baca juga: Founder Sriwijaya Air dan Eks Kadis Babel Tak Kunjung Ditahan di Kasus Korupsi Timah, Bakal Dicekal?

Hari lantas menyampaikan data pembanding yang menyebutkan biaya yang digelontorkan negara untuk impor beras itu lebih besar dari harga yang ditawarkan perusahaan di luar negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2024 pemerintah mengimpor 567,22 ribu ton beras dengan nilai 371,60 juta dolar AS.

Dari data itu didapatkan angka harga rata-rata impor beras oleh Bulog senilai 655 dollar AS per ton.

Jika disandingkan dengan harga impor beras dengan skema FOB yakni, 573 dollar AS per ton didapatkan selisih kemahalan harga 82 dollar AS per ton.

Angka tersebut dikalikan nilai 2,2 juta ton dan ditemukan total selisih kemahalan harga sekitar 180,4 juta dollar AS.

“Jika menggunakan kurs Rp 15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp 2,7 triliun," tutur Hari.

Selain itu, pihaknya juga menduga Bapanas dan Bulog merugikan negara karena harus membayar denda kepada pelabuhan senilai Rp 294,5 miliar. Kerugian itu timbul karena 490.000 ton beras yang diimpor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya tertahan pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.

Berdasarkan informasi yang diterima, beras itu terlambat dibongkar karena Bapanas mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas dalam mengirim beras impor.

“Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer," tutur Hari.

Terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, pihaknya tidak bisa menyampaikan kepada publik terkait laporan dugaan korupsi yang diterima. Identitas pelapor dan materi yang diadukan termasuk dalam informasi yang dirahasiakan.

“Bila pelapor yang membuka ke Jurnalis, itu di luar kewenangan KPK,” ujar Tessa.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan "Mark Up" Impor Beras Rp 2,7 Triliun"

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved