Senin, 6 Oktober 2025

Tekanan Sosial, Perundungan, hingga Media Digital Perparah Krisis Mental Remaja

Data terbaru menunjukkan sekitar 14,3 persen anak usia 10–19 tahun hidup dengan gangguan mental. 

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
CICIAI.COM
ILUSTRASI REMAJA DEPRESI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dunia tengah menghadapi krisis sunyi: kesehatan mental remaja

Data terbaru menunjukkan yang dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 14,3 persen anak usia 10–19 tahun hidup dengan gangguan mental

Namun, mayoritas kasus masih luput dari pengawasan dan tak mendapat penanganan layak.

Masa remaja adalah titik penting pembentukan identitas. 

Namun, tekanan sosial, norma gender, hingga eksposur media sering memperlebar jurang antara realitas dan ekspektasi.

Baca juga: Lelah dan Kecewa, Ratusan Prajurit Cadangan Israel Kena Mental dan Ogah Ikut Serbu Gaza

“Semakin banyak faktor risiko yang dihadapi remaja, semakin besar potensi dampaknya terhadap kesehatan mental mereka,” demikian pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dilansir dari website resmi, Kamis (4/9/2025). 

Faktor risiko itu mencakup kemiskinan, kekerasan seksual, perundungan, hingga pola asuh kasar.

Lingkungan yang aman, suportif, dan penuh kasih dari keluarga maupun sekolah menjadi benteng utama. 

Sebaliknya, kurangnya dukungan justru membuat remaja mudah terjerumus pada perilaku berisiko, seperti penyalahgunaan zat terlarang, konsumsi alkohol berbahaya, hingga kekerasan.

Gangguan yang Sering Diabaikan

Gangguan perilaku seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan gangguan destruktif lebih banyak muncul pada remaja muda. 

Meski terkesan “nakal”, sebenarnya perilaku ini sering menjadi tanda kebutuhan psikologis yang tak terpenuhi.

Sementara itu, anoreksia dan bulimia yang muncul di masa remaja juga menambah kompleksitas masalah. 

Meski prevalensinya relatif kecil, dampak gangguan makan bisa fatal, dengan tingkat kematian lebih tinggi dibanding gangguan mental lainnya.

Tak kalah mengkhawatirkan, psikosis mulai muncul di akhir masa remaja, memicu stigma dan pelanggaran hak asasi manusia. 

Skizofrenia, meski hanya terjadi pada 0,1 persen remaja usia 15–19 tahun, dapat mengganggu partisipasi mereka dalam pendidikan dan kehidupan sosial.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved